Firnando Ganinduto Soal Produk AS Bebas Bea Masuk Indonesia: Apa Tak Bertentangan Dengan Semangat Prabowo?

Berita Golkar – Anggota Komisi VI DPR Fraksi Partai Golkar Firnando Ganinduto, menyoroti secara khusus keberhasilan negosiasi dagang antara RI dengan Amerika Serikat (AS) yang berhasil menurunkan tarif bea masuk dari 32 persen menjadi 19 persen.

Firnando pun menyampaikan kekhawatirannya atas dampak dari perjanjian dagang tersebut terhadap kedaulatan pangan nasional. Dia mempertanyakan kebijakan tarif impor 0 persen untuk barang dari AS, termasuk pangan, yang berpotensi bertentangan dengan semangat swasembada pangan yang digaungkan Presiden Prabowo Subianto.

Hal tersebut disampaikan Firnando dalam rapat Komisi VI DPR bersama Mendag Budi Santoso di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (16/7/2025), dikutip dari Kompas.

“Kami juga menyampaikan apresiasi atas keberhasilan negosiasi dengan pemerintah Amerika Serikat, khususnya Presiden Trump, di mana tarif berhasil diturunkan dari 32 persen menjadi 19 persen. Ini capaian besar, dan saya yakin Kemendag berperan penting,” ujar Firnando.

“Namun, saya ingin menyampaikan kekhawatiran. Tarif impor barang dari Amerika menjadi 0 persen, termasuk produk pangan. Apakah ini tidak bertentangan dengan semangat Presiden Prabowo untuk mewujudkan swasembada pangan? Ini penting agar tidak terjadi kontradiksi kebijakan,” sambung dia.

Firnando menyinggung isu lain yang juga menjadi sorotan tajam, yakni maraknya peredaran beras oplosan dengan harga tinggi di pasaran. Firnando menilai, praktik oplosan ini merupakan bentuk kegagalan pengawasan dan potensi adanya kartel pangan.

“Saya menerima banyak keluhan dari konstituen saya. Berdasarkan hasil sidak, 80 persen beras yang diperiksa ternyata oplosan. Bahkan Menteri Pertanian menyebut bahwa dalam 10 tahun terakhir, negara bisa merugi hingga Rp 1.000 triliun. Bagaimana pengawasan dari Kemendag? Mengapa praktik seperti ini bisa terjadi secara masif,” ujar dia.

“Saya khawatir ada praktik kartel dalam rantai distribusi yang menyebabkan ini terjadi. Padahal, beras adalah kebutuhan pokok rakyat. Konsumsi beras oplosan sangat membahayakan kesehatan masyarakat. Kami ingin penjelasan tegas dari Kementerian Perdagangan,” sambung Firnando.

Kemudian, Firnando mengatakan, belum ada kejelasan terkait revisi Permendag Nomor 8, yang selama ini dianggap memberikan celah bagi masuknya barang impor murah.

“Saya juga ingin menanyakan perkembangan Permendag Nomor 8. Dalam beberapa kali rapat dengan Dirjen Daglu Kementerian Perdagangan, saya sudah meminta update. Informasinya, aturan ini akan diubah dan dijadikan Permendag baru. Tapi hingga saat ini kami belum menerima informasi resmi. Ini penting, karena banyak pelaku industri lokal yang mengeluhkan masuknya barang-barang impor murah yang mengancam kelangsungan usaha mereka,” kata dia.

“Saya ingin menekankan pentingnya penanganan impor ilegal. Satgas pemberantasan impor ilegal harus terus diperkuat dan ditindaklanjuti secara konsisten. Karena praktik ini juga berdampak langsung terhadap kerusakan industri dalam negeri,” imbuh Firnando.

Sebelumnya, Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso menyebut kesepakatan tarif resiprokal antara Indonesia dan Amerika Serikat (AS) tidak sekadar menuntut akses pasar, tetapi juga akan ada investasi baru dari negeri Paman Sam itu.

“Sebenarnya, Amerika itu tidak semata-mata akses pasar kita yang dituntut. Karena ternyata juga akan melakukan investasi,” ujar Budi, dalam Rapat Kerja bersama Komisi VI DPR RI di Jakarta, Rabu (16/7/2025).

Menurut dia, dengan kesepakatan tersebut, Indonesia akan mendapat investasi dari AS untuk beberapa komoditas, salah satunya melalui sektor energi. “Jadi kalau tadi ada kekhawatiran, misalnya minyak. Karena memang nanti juga akan investasi di Indonesia. Artinya ada beberapa komoditas yang akan dilakukan investasi di Indonesia,” kata dia.

Budi mengatakan, kesepakatan tarif resiprokal sebesar 19 persen bertujuan untuk mendukung industri dalam negeri. Sebab, banyak barang baku dan barang modal yang akan diimpor dari Amerika.

Beberapa produk asal Amerika Serikat seperti gandum dan kedelai saat ini tidak ada pengenaan tarif masuk atau 0 persen. Indonesia pun dinilai belum bisa memproduksi kedua komoditas tersebut.

“Jadi kalau kita impor gandum, kemudian kedelai itu juga sudah 0 persen dan kita tidak memproduksi. Artinya memang kita membutuhkan produk itu. Jadi ini sebenarnya kesempatan buat kita untuk mendukung industri dalam negeri,” ujarnya. {}