Berita Golkar – Fraksi Partai Golkar menyoroti berkaitan dengan program Smart Class Room yang diinisiasi oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Tegal. Menurut Fraksi Partai Golkar, program tersebut terlalu dipaksakan karena tidak relevan.
“Menurut kami program senilai Rp 25 miliar tersebut terlalu dipaksakan dan tidak melalui mekanisme pengajuan yang seharusnya,” kata Ketua Fraksi Partai Golkar Sugiyono dalam keterangannya, dikutip dari Pantura Post.
Keterangan itu diungkapkan Fraksi Partai Golkar saat paripurna dengan pokok acara penyampaikan pendapat akhir fraksi terhadap persetujuan dan penetapan rancangan peraturan daerah (Perda) tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun anggaran 2025 menjadi Perda Kota Tegal, Jumat (29/11/2024).
“Mengingat dalam pembahasan Musrenbang, RKPD maupun KUA-PPAS tidak pernah muncul dan lebih terlihat dipaksakan karna bersifat instruksi top-down dan bukan inisiasi dari level bawah yang berasal dari masing masing kepala sekolah,” katanya.
Menurut Fraksi Partai Golkar, program smart class room ini juga tidak masuk dalam perencanaan oleh Bapperida. Ini mengacu pada pedoman penyusunan program perencanaan pembangunan yang dibuat oleh Bapppenas dalam pilar pembangunan sosial.
Disebutkan dalam 17 metadata indikator turunannya, terkhusus di bidang pendidikan berkelanjutan, tidak pernah disinggung mengenai smart class room sebagai suatu program nasional yang wajib dilaksanakan di daerah.
Mengacu kepada pilar pembangunan sosial tentang pendidikan berkelanjutan, justru yang disinggung hanya soal membangun fasilitas pendidikan yang ramah anak, penyandang disabilitas dan ramah gender serta menyediakan lingkungan belajar yang aman, anti kekerasan, inklusif dan efektif bagi semua.
Menurutnya, apabila melihat Permendikbud nomor 22 tahun 2023 tentang standar sarana dan prasarana pada pendidikan anak usia dini, jenjang pendidikan dasar, dan jenjang pendidikan menengah sebagai landasan hukum dalam pelaksanaan penyediaan fasilitas serta sarana prasarana sekolah, ini juga tidak menyebutkan satupun frasa dan kalimat tentang kewajiban penyediaan smart class room.
“Karena memang permendikbud ini harus harmoni dengan pedoman penyusunan program perencanaan pembangunan yang dibuat oleh Bapppenas dalam pilar pembangunan sosial tentang pendidikan berkualitas tersebut dikarenakan ada rumus yang diatur oleh bappenas dalam penyediaan fasilitas pendidikan,” ungkapnya.
Ditambah lagi, menurut PISA (Program Imternasional of Student Assessment) tingkat minat baca atau literasi Indonesia sangat rendah yaitu peringkat 62 dari 70 negara.
“Melihat hal ini justru seharusnya yang menjadi fokus dari Pemkot yaitu soal kompetensi kemampuan tenaga pendidik guru dalam memberikan bahan ajaran kepada peserta didik yang harus ditingkatkan, bukan smart class room,” katanya.
Juga menurut PISA, Indonesia menempati peringkat ke 72 dari 77 negara soal kualitas pendidikan. Pengamat menilai kompetensi guru yang rendah dan sistem pendidikan yang terlalu kuno menjadi penyebabnya.
“Bagaimana nanti anak-anak kita apabila guru yang mengajari mereka ternyata belum mampu memanfaatkan fasilitas smart class room tersebut? justru kualitas tenaga pendidik harus di tingkatkan sebelum program smart class room tersebut dilaksanakan,” katanya.
Menurutnya juga harus menyadari soal bagaimana tenaga pendidik masih belum sepenuhnya melaksanakan kinerja sesuai dengan pedoman metode penyampaian bahan ajaran yang diterbitkan oleh Kemendikbud.
Yaitu masih banyaknya tenaga pendidik yang belum melakukan analisis pembelajaran, belum menyusun rencana pembelajaran semester dengan baik, dan pelaksanaan tahapan penyusunan rencana pembelajaran yang masih kuno.
Serta masih banyak yang belum menerapkan metode e-learning selama ini. Sehingga kemampuan siswa dalam menangkap pembelajaran dengan literasi digital juga kemampuan untuk menggunakan teknologi seperti komputer dan lain-lain ternyata belum efektif berjalan dalam kegiatan belajar mengajar di dalam kelas.
Hal itu dikarenakan kompetensi tenaga pendidik yang memang belum siap dengan percepatan teknologi dan metode pembelajaran yang modern. Sehingga peserta didik tidak bisa mencerna dan menyerap bahan ajaran yang disampaikan di dalam kelas menjadi permasalahan utama di banyak daerah di Indonesia termasuk di Kota Tegal.
“Maka dari itu kami justru meragukan efektifitas program smart class room ini, dan kami mendorong agar pemkot fokus dalam peningkatan kualitas tenaga pendidik serta mendorong pelaksanaan tour of duty (rotasi) dari seluruh tenaga pendidik di Kota Tegal,” katanya.
Selain itu juga peningkatan kapasitas tenaga pendidik soal metode pembelajaran e-learning supaya terciptanya tenaga pendidik yang kompetitif, adaptif, juga responsif dalam rangka mempersiapkan kompetensi tenaga pendidik yang lebih baik. {}