Berita Golkar – Siapa tak kenal Chandra Hamzah? Dia mantan pimpinan KPK. Pernah dipenjara dalam kasus ’cicak’ versus ’buaya’ yang bikin heboh Indonesia. Pekan lalu, Komisaris Utama PT Bank Tabungan Negara Tbk ini, datang dan berbicara lantang di ruang akademik Golkar Institute.
Golkar Institute adalah sekolah kebijakan publik dan pemerintahan pertama yang didirikan partai politik di Indonesia. Golkar Institute punya program bernama Executive Education Program for Young Political Leaders (YPL).
Program pendidikan bagi para pemimpin muda di bawah usia 40 tahun ini lebih dikenal sebagai YPL. Chandra Hamzah datang ke Golkar Institute untuk memberi materi kepada peserta YPL angkatan ke-16. Materi yang disampaikan Chandra Hamzah terkait integritas sektor politik.
Materi ini menjadi materi wajib di Golkar Institute yang menekankan keahlian pada tiga pilar: politik, ekonomi dan kepemimpinan. Biasanya, materi integritas sektor politik, disampaikan mantan Komisioner KPK lainnya, Ery Riyana Hardjapamekas.
Tapi, pekan lalu, dipengujung Agustus yang riuh karena kontestasi pendaftaran calon peserta Pilkada 2024, Ery Riyana batal datang. Sehingga Chandra Hamzah yang semasa kuliah pernah menjadi Ketua Senat Mahasiswa Universitas Indonesia, untuk pertama kalinya, tampil sebagai pemateri di Golkar Institute.
Chandra Hamzah tak hanya mengawali materinya dengan quisioner. Mantan Komut PLN ini menukilkan buku “Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan” yang ditulis Bapak Antropologi Indonesia, Profesor Koentjaraningat, serta buku “Manusia Indonesia” yang ditulis jurnalis dan novelis kawakan, Muchtar Lubis.
Setelah mengurai intisari kedua buku tersebut, Chandra Hamzah membeberkan data tindak pidana korupsi berdasarkan profesi dalam rentang 2014-2023. Dimana, anggota DPR dan DPRD paling banyak tersandung korupsi. Jumlahnya 344 orang. Mungkin bisa bertambah karena keadaan dan kebutuhan.
“Hati-hati bagi peserta Golkar Institute yang baru dilantik jadi anggota DPRD,” katanya dikutip dari Jawapos.
“Ngeri ya pak,” celetuk saya yang hadir di ruang akademik itu.
“Iya. Kenapa?” tanya Chandra yang sering tertawa lepas.
Saya pun bicara. Saya bilang pada Chandra Hamzah, bahwa saya dan teman-teman peserta YPL-16 yang baru dilantik menjadi anggota DPRD, sudah pasti tidak akan sekuat ’Inyiak’ Agus Salim yang sepanjang hayat tinggal di rumah kontrakan dan memakai jas penuh bekas jahitan.
Saya sampaikan pula, bahwa kami tidak akan bisa sebersih Bung Hatta yang tak mampu membeli sepatu bally dan kesulitan membayar listrik saat pensiun sebagai wakil presiden. Tidak pula setangguh mantan Perdana Menteri Mohammad Natsir yang sering memakai jas tambalan.
Chandra Hamzah langsung memotong pembicaraan saya. “Anda dari mana,” katanya.
Saya jawab, “Dari Payakumbuh, Sumbar.”
“Dimana Payakumbuh?” tanya Chandra yang sudah pasti penasaran, karena dia adalah seorang diaspora Minang asal Koto Nan Ompek, Payakumbuh.
Saya menjelaskan, saya berasal dari pinggiran selatan Payakumbuh. Tepatnya dari Situjuah Limo Nagari, Kabupaten Limapuluh Kota. “Oh, daerah perjuangan (kemerdekaan Indonesia) ya,” tukuk Chandra sambil meminta saya melanjutkan obrolan.
Saya menceritakan, waktu penangguhan penahanan Chandra Hamzah dan Bibit Rianto dikabulkan, saya bersama pegiat antikorupsi di Payakumbuh, DR Wendra Yunaldi SH MH dkk, tak hanya mendatangi kediaman keluarga Chandra.
Tapi membuat laporan jurnalistik di Padang Ekpsres sebagai bentuk dukungan moral. Chandra Hamzah langsung menyalami saya dan berterima kasih.
“Masuk tuh barang,” celetuk M Khalil Gibran, calon terpilih DPRD Sulawesi Barat, disambut tepuk-tangan teman-teman peserta YPL-16.
Setelahnya, giliran saya pula menyampaikan kondisi di DPRD kepada Chandra Hamzah. Saya sampaikan dilema dan tantangan yang dihadapi DPRD setelah Perpres 53/2023 dibatalkan Mahkamah Agung. Di mana sistem perjalanan dinas DPRD, kini kembali ke pola atcost atau bukan lagi lumpsump.
Padahal, tanpa kemunafikan, saya ingin polanya lumpsump. Agar sisa uang dapat digunakan untuk membantu mereka yang sedang dirundung kesusahan. Mereka yang masih menjerit mencari biaya pendidikan dan kesehatan.
Chandra Hamzah hanya mengangguk dan menatap saya dalam-dalam. Tak tahu, apakah dia menangkap kerisauan hati saya. Yang jelas, Chandra Hamzah menyampaikan sejumput kisi-kisi penting bagi penyelenggara negara.
Diantaranya, soal jujur sejak pikiran; tidak korup sejak pikiran; hati-hati berhubungan dengan swasta; ikut aturan; baca aturan; dan berhati-hati soal rekening bank. Menjelang Chandra meninggalkan Golkar Institute, kami sempat foto bareng dan bertukar nomor handphone.
Sebelum Chandra Hamzah menjadi pemateri sesi integritas sektor politik, ruang akademik Golkar Institute didatangi Profesor Agus Pramusinto. Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) dan Presiden Asian Association For Public Administration ini, menjadi pembicara YPL-16 sesi good governance dan reformasi birokrasi.
Profesor Agus Pramusinto tak hanya bercerita tentang KASN yang sudah dibubarkan, setelah UU 5/2014 direvisi pemerintah bersama DPR menjadi UU 20/2023. Tapi juga mengupas tuntas reformasi birokrasi tematik; arah perkembangan transformasi manajemen ASN; transformasi organisasi; inovasi instansi pemerintah; serta ASN profesional dan berintegritas.
Tak sampai di situ saja, Profesor Agus Pramusinto memaparkan tentang tipe-tipe ASN. Mulai dari tipe climber, tipe camper, tipe quitter, tipe pelayan publik, sampai tipe penguasa.
Dia bandingkan pula sistem meritokrasi di Indonesia, dengan sistem merit di China yang membuat kekaisaran China bertahan lebih dari 2.000 tahun dan sistem merit di Amerika Serikat yang ditiru oleh banyak negara di Asia.
Kehadiran Profesor Agus Pramusinto dan Chandra Hamzah di ruang akademik Golkar Institute bersama pemateri hebat lainnya, tentu bukan sekedar memenuhi “wirid” rutin dua-tiga kali setahun. Tapi sinyal kepada publik, betapa Partai Golkar sebagai parpol tertua di Indonesia, terus bertranformasi dan berinovasi.
Sekaligus berkomitmen mewujudkan pemerintahan yang baik dan bersih. Melalui Golkar Institute, sekolah yang secara inklusif terbuka untuk umum, Partai Golkar menumbuhkan kultur akademik di ruang politik.
Dengan target melahirkan pemimpin sektor publik yang akademis-teknoratis dan berintegritas baik. Tentu saja, jalan masih panjang. Kata penyair Chairil Anwar: kerja belum selesai, belum apa-apa. {}
Oleh: M Fajar Rillah Vesky, Anggota DPRD Limapuluh Kota