Berita Golkar – Di era perkembangan teknologi informasi yang pesat, merek (brand) mengalami tantangan besar. Sebab, kehadiran media sosial misalnya, membuat orang mampu mengekspresikan pendapatnya secara sangat bebas karena anonimitas mereka. Muncullah kaum yang disebut social justice warriors (SJW) atau kaum woke.
Inilah kaum yang mudah tersentil oleh suatu isu yang mereka anggap ofensif (menyerang) dan menggiring opini publik untuk melakukan tindakan terhadap pihak yang mereka anggap menyerang, temasuk suatu merek. Tindakan itu bisa berupa boikot, ajakan untuk membenci merek, dan lain sebagainya. Singkat kata, cancel culture.
Kekuatan cancel culture ini tidak bisa dianggap main-main. Contoh terbaru adalah merek waralaba film Korea, A Business Proposal, yang hancur lebur jumlah penonton film adaptasinya di Indonesia karena salah satu pemainnya dianggap menyerang fans film Korea, dikutip dari Kompasiana.
Karena itu merek apa pun, baik itu merek pribadi (personal brand) atau merek korporasi (corporate brand), harus belajar bagaimana cara memulihkan merek mereka kala mendapat serangan (brand recovery). Untuk itu kita bisa belajar dari satu kasus fenomenal (best practice) brand recovery di bidang politik, yaitu pemulihan merek Partai Golkar.
Golkar Way
Seiring kejatuhan Presiden Suharto akibat gelombang demonstrasi mahasiswa dan masyarakat yang menginginkan reformasi negeri, Partai Golkar sebagai pengusung utama Presiden Suharto ikut kena getahnya. Sebagai partai penguasa selama tiga dasawarsa lebih, merek partai ini menjadi lekat dengan Presiden Suharto yang sayangnya mendapatkan citra negatif sebagai penguasa otokratis di masa pemerintahannya.
Survey pada 1999 menunjukkan dari 70 persen lebih responden pemilih Partai Golkar pada 1997, sekitar seperenam mengaku tidak akan memilih Partai Golkar kembali. Padahal, Partai Golkar harus menghadapi pemilihan umum demokratis pada 1999 yang diikuti oleh 48 partai. Berbeda dengan pemilu-pemilu sebelumnya yang hanya diikuti tiga partai.
Kinerja Partai Golkar pun diprediksi akan hancur lebur dan terpental dari peta politik Indonesia. Namun, siapa sangka kala itu bahwa Partai Golkar masih mampu meraih posisi kedua dengan raihan 22,4 persen, hanya kalah dari PDIP yang citranya begitu positif dengan membawa Ketua Umum Megawati Sukarnoputri sebagai salah satu ikon reformasi.
Bahkan, hingga pemilu 2024 pun, Partai Golkar konsisten berada di tiga besar partai pemenang pemilu legislatif. Ini artinya Partai Golkar mampu melakukan brand recovery secara cepat dan efektif.
Apa rahasianya? Disertasi ilmu politik Akbar Tanjung di UGM, The Golkar Way (Gramedia, 2007), memberikan empat faktor.
Pertama, Partai Golkar konsisten memantapkan dirinya sebagai partai tengah (catch-all party) yang tidak mau terbawa ke ekstrem partai agama atau ekstrem partai nasionalis seperti yang dilakukan mayoritas partai pada 1999. Akibatnya, masyarakat Indonesia yang memang mayoritas moderat tetap terpikat untuk menjatuhkan pilihan pada Partai Golkar.
Kedua, Partai Golkar diuntungkan karena memiliki sumber daya manusia (SDM) yang mumpuni dan intelek begitu banyak. Memang, karena pemilu-pemilu sebelumnya hanya diikuti tiga partai dengan satu partai berbasis agama (PPP) dan partai satunya berbasis nasionalis (PDI), banyak intelektual yang berpikiran moderat tapi ingin berpolitik akhirnya memilih bergabung dengan Partai Golkar.
Akibatnya, Partai Golkar menjadi gudangnya para intelektual, orator, dan organisatoris ulung. Apalagi, para SDM ini juga sudah memiliki nilai-nilai demokratis, hanya saja terhambat oleh situasi organisasional yang kurang demokratis. Tentu ini berkontribusi signifikan pada upaya konsolidasi kelembagaan partai yang sedang terpuruk.
Ketiga, Partai Golkar menjalankan kepemimpinan transformasional yang mampu mengkoordinasi para SDM unggul tersebut untuk melakukan adaptasi terhadap perubahan. Kepemimpinan Partai Golkar di bawah Akbar Tanjung menjalankan komunikasi intensif dengan kader hingga ke level bawah untuk memotivasi mereka.
Akbar Tanjung juga terkenal sebagai sosok yang tenang, tidak emosional, dan mudah bergaul dengan semua kalangan sehingga ini membantu pula kebangkitan citra Golkar.
Keempat, Golkar melakukan pembaruan nilai-nilainya dengan meluncurkan Paradigma Baru Golkar yang mengkampanyekan nilai-nilai wawasan kebangsaan yang pluralis serta berorientasi pada pembangunan yang mementingkan proses. Bukan politik berorientasikan saudagar yang pragmatis dan terlalu mementingkan hasil.
Pelajaran Universal
Apa tips universal brand recovery yang kemudian bisa kita dapatkan dari Golkar Way? Pertama, jangan panik dan justru bersikap lebih emosional menghadapi serangan terhadap merek. Teladani Akbar Tanjung yang bersikap tenang.
Kedua, berikan komunikasi tulus bahwa merek berkomitmen untuk merespons (address) keluhan-keluhan masyarakat dan sampaikan nilai-nilai baru yang selaras dengan aspirasi masyarakat.
Ketiga, posisikan merek sebagai merek yang tidak berpihak pada nilai kanan atau kiri, pada politik kubu sana dan sini. Posisikan mereka sebagai pengabdi nilai-nilai tengah yang bisa disepakati semua pihak alias nilai kemanusiaan universal, seperti keadilan, empati pada yang tertindas, hak asasi manusia (HAM), dan lain sebagainya.
Keempat, bentuk semacam tactical team atau war room team yang terdiri dari SDM-SDM unggul di bidangnya masing-masing, sehingga brand recovery dapat berjalan lancar. {}
Oleh: Satrio Wahono, Magister Filsafat dan Pencinta Komik