Gubernur Melki Laka Lena Sajikan Hasil Laut NTT di Subasuka Untuk Wapres Gibran

Berita Golkar – Langit Kupang siang itu biru bersih. Ombak di Teluk Kupang bergerak tenang, menyapu pelan bibir pantai yang membentang dari Pasir Panjang ke arah Tenau. Di tepian itu berdiri sebuah restoran bergaya tropis dengan bangunan kayu dan atap rumbia: Subasuka Resto, tempat favorit bagi para pencinta senja dan laut.

Rabu (7/5/2025), restoran itu tak hanya menerima tamu biasa. Sekitar pukul 12.28 Wita, Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka berjalan kaki dari area parkir menuju pintu utama, dikutip dari SelatanIndonesia.

Ia datang usai rangkaian kunjungan ke Kabupaten Sikka, Nagekeo dan beberapa titik di Kupang, termasuk SD Inpres Kaniti dan Bendungan Manikin. Di tengah terik kota karang, ia memilih menyapa bumi dengan langkah kaki, bukan protokoler megah.

Di sisinya, Gubernur Nusa Tenggara Timur Emanuel Melkiades Laka Lena menjadi pemandu. Melki menunjuk ke arah bentang Teluk Kupang yang membentang di barat laut.

“Kalau petang, matahari terbenam tepat di situ,” katanya. Gibran menoleh, tersenyum kecil, matanya mengikuti ujung telunjuk gubernur. Laut biru dan angin kering menyambut.

Subasuka tak cuma menjual panorama. Resto ini juga mempersembahkan kekayaan rasa dari tanah dan laut NTT. Di meja makan utama, deretan menu telah disiapkan diantaranya ikan kuah asam dari Teluk Kupang, tumis bunga pepaya, udang bakar dengan sambal lu’at khas Timor, hingga jagung bose dan se’i sapi. Semua bahan berasal dari nelayan dan petani lokal.

Gubernur Melki menjelaskan satu per satu sambil sesekali mengangkat cerita tentang asal usul masakan. Gibran menyimak sambil sesekali mengangguk, senyumnya tak lepas, seperti anak muda yang tengah menikmati obrolan panjang di beranda rumah. “Ini bukan sekadar makan siang,” ujar seorang staf Subasuka, “ini perkenalan budaya melalui rasa.”

Di meja VVIP, selain Gibran dan Melki, hadir pula Wagub NTT Johni Asadoma, Kapolda NTT Irjen Daniel Silitonga, dan Wali Kota Kupang dr. Christian Widodo. Namun tak ada tirai pembatas atau protokol ketat. Pengunjung umum tetap bebas duduk dan menikmati makan siang mereka.

“Itu permintaan Wapres,” ujar seorang petugas protokoler. “Beliau tidak ingin jamuan yang eksklusif.”

Sekira pukul 13.21 Wita, rombongan meninggalkan restoran. Tapi sebelum masuk mobil, Gibran sempat berhenti sejenak di gerbang. Ia berbincang singkat dengan beberapa karyawan Subasuka yang mengenakan busana adat. Ucapan singkat, senyuman tulus, dan jabatan tangan ringan yang membuat para pelayan itu terkesima.

“Bukan karena dia Wapres,” ujar salah satu pelayan sambil tersenyum, “tapi karena dia ramah, seperti teman lama yang datang berkunjung.”

Di Teluk Kupang, yang memantulkan cahaya matahari keemasan, hari itu jadi lebih dari sekadar kunjungan kerja. Ia menjadi panggung kecil tentang kesederhanaan, keramahan, dan kekayaan alam yang dijaga dalam piring-piring hangat. Dan Subasuka, restoran di tepi laut itu, jadi titik temu antara rasa, rakyat, dan republik. {}