Berita Golkar – Suster Laurentina, SDP dan Pendeta Emi Sahertian dan masyarakat lainnya yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Melawan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), membahas strategi penanganan TPPO bersama Gubernur NTT, Melki Laka Lena.
Pertemuan terbatas yang berlangsung di Aula Rumah Jabatan Gubernur NTT, Senin (9/6/2025), itu dihadiri oleh sejumlah aktifis diantaranya, Ketua Koalisi Masyarakat Sipil Melawan TPPO sekaligus Koordinator Kargo, Suster Laurentina, serta Suster Tyas Rum dan Sr Rika MI dari Talitha Kun.
Hadir juga Herman Seran dari J-Ruk Kupang, Rudy Soik dari Divisi Advokasi Hukum Jarnas, Serta dua orang pendeta emeritus yakni Pdt Ina Bara Pa dan Pdt Emi Sahertian.
Berikutnya, Djonk Iskandar dari KOMPAK Indonesia dan Pembina Ikatan Mahasiswa Timor Tengah Utara dan Timor Barat, Ino Natio. Hadir juga Kepala BP3MI NTT, Suratmi Hamida Hamidah dan staf, Yohanes.
Pertemuan selama hampir dua jam itu membahas berbagai persoalan dan tantangan yang dihadapi dalam penanganan kasus TPPO, fenomena modus dan motif kasus TPPO yang terjadi selama ini.
Serta, bagaimana penanganan kasus TPPO yang dilakukan Polda NTT serta strategi kedepan untuk meminimalisir terjadinya TPPO di NTT.
Dalam kesempatan itu, Pdt Emi Sahertian dan Suster Laurentina mengemukakan modus yang dimainkan para pelaku TPPO dalam merekrut warga NTT untuk menjadi TKI illegal, termasuk indikasi sejumlah pihak yang diduga ‘bermain’ dalam kasus TPPO di NTT.
Keduanya juga mengungkapkan daerah-daerah kantong kasus TPPO yang menjadi target dari pelaku TPPO, seperti di Kabupaten Sabu, Rote Ndao, Alor.
Suster Laurentina juga mengemukakan kesulitan mereka saat akan memulangkan jenazah Pekerja Migran Indonesia (PMI) Ilegal yang sering tiba di Bandara El Tari Kupang untuk kemudian diteruskan ke kampong halamannya di wilayah Timor, Flores dan berbagai daerah lainnya di NTT.
Suster Larentina meminta bantuan Pemerintah untuk memfasilitasi BBM Ambulans yang akan membawa jenasah PMI Ilegal ke kampong halamannya.
“Berharap Pak Gubernur bisa menghimbau seluruh kepala daerah untuk bisa mensuport biaya kepulangan jenasah PMI illegal yang akan pulang ke kampung halamannya,” harap Suster Laurentina, dikutip dari Pos-Kupang.
Bahkan Pdt Emi Sahertian mengaku sering meminjam uang dari Suster Laurentina untuk penanganan korban TPPO. “Jika ada kesulitan, saya biasa meminjam uang dari Suster Laurentina dan kemudian mesti menjalankan kolekte untuk membantu korban TPPO yang sudah menjadi jenasah,” kata Pdt Emi Sahertian.
Suster Tyas mengemukakan masalah ketenagakerjaan dan ekonomi yang dialami masyarakat di wilayahnya. Dia berharap, pemerintah bisa mensuport masyarakat agar bisa berangkat keluar negeri secara legal.
Pdt Ina Bara Pah dan berharap, pemerintah lebih gencar melakukan advokasi dan sosialisasi terkait anti TPPO kepada masyarakat di daeah terpencil sehingga bisa lebih meminimalisir kasus TPPO. Dalam kesempatan itu, Rudy Soik mengungkapkan berbagai kasus TPPO dan tantangan yang dihadapinya selama ini.
Rudy Soik Berharap pemerintah bisa lebih memperbanyak PJTKI yang legal di NTT sehingga bisa merekrut dan memberangkatkan warga NTT sebagai TKI legal.
Suratmi Hamidah dari BP3MI mengemukakan fakta dan data TPPO yang terjadi di NTT dan bagaimana mereka berperan untuk meminimalisir pemberangkatan TKI illegal.
BP3MI memfasilitasi pelatihan bagi TKI untuk bekerja di sejumlah Negara khususnya di bidang hospitality dan kesehatan.
Sementara itu Herman Seran menilai, bahwa salah satu sebab banyaknya warga NTT yang terpaksa menjadi PMI ilegal karena merasa ‘tidak nyaman’ tetap berada di daerahnya pasca Pilkada. Hal ini terjadi mereka mereka adalah ‘lawan politik’ dan ada politk balas dendam.
Djonk Iskandar mengungkapkan alur-alur perjalanan yang biasanya digunakan oleh pelaku TPPO untuk meloloskan PMI Ilegal. Djonk Iskandar memastikan KOMPAK degan caranya akan mendukung pemerintah untuk mensosialisasikan anti TPPO kepada generasi muda di NTT.
Hal senada disampaikan Ino Natio bahwa mahasiswa di TTU dan Timor Barat siap bersinergi dengan pemerintah, agar tak ada lagi warga NTT yang berangkat secara illegal ke luar negeri. {}