Berita Golkar – Gratispol menjadi program unggulan Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) yang diyakinkan mampu mewujudkan kesejahteraan dan pemerataan layanan bagi seluruh masyarakat Bumi Etam.
Melalui peluncuran resmi pada 21 April 2025 lalu, Gubernur Kaltim Rudy Mas’ud dan Wakil Gubernur Kaltim Seno Aji membuktikan bahwa Gratispol dan Jospol tidak hanya menjadi janji kampanye tetapi memang dirancang untuk kesejahteraan masyakat Kaltim.
Rudy Mas’ud juga mengatakan bahwa semua program ini sejalan dengan Asta Cita Presiden Prabowo. Politisi Partai Golkar ini percaya Gratispol mampu menjadi pintu menuju Kaltim Emas dan sejahtera.
“Kaltim Emas harus terbebas dari kesalahpahaman dan kemiskinan. Kita akan memutus rantai kehancuran dengan ilmu dan memutus rantai kemiskinan dengan kesempatan,” ujar gubernur yang akrab disapa Harum tersebut, dikutip dari TribunKaltim.
Saat ini payung hukum untuk pelaksanaan Gratispol masih terus berproses di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) RI.
Lebih jauh, Gratispol memiliki 7 program unggulan, yaitu Pendidikan Gratispol Generasi Emas mulai tingkatan SMA sederajat hingga kuliah S3 yang Gratis untuk semua anak. Kedua gratis biaya berobat dan layanan kesehatan.
Melalui program ini Pemprov Kaltim ingin memberi pemerataan layanan kesehatan bagi seluruh lapisan masyarakat. Ketiga Wifi atau internet gratis di seluruh desa Kaltim.
Program ini diharapkan mampu meningkatkan kemajuan desa bahkan hingga wilayah tertinggal, terdepan dan terluar (3T).
Keempat Seragam Sekolah Gratis. Diharapkan program ini dapat meningkatkan semangat anak didik dan menghemat pengeluaran orangtua pelajar.
Kelima Program Bantuan Perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Program ini memudahkan MBR untuk memiliki rumah layak huni dengan menggratisksn Down Payment (DP) atau uang muka dan biaya admin, keenam program perjalanan rohani gratis.
Program ini ditujukan bagi Marbot masjid dengan memberikan kesempatan haji dan umrah gratis serta perjalanan rohani bagi para penjaga rumah ibadah, serta gratis program hidup sehat stunting.
Tidak hanya 7 program unggulan tersebut, Rudy-Seno juga membawa 9 Program Jospol untuk kemajuan Pemprov Kaltim, yakni, hilirisasi industri pertanian melalui peningkatan produktif dan perluasan areal tanam berbasis pertanian modern.
Kedua Pengembangan teknologi dan inovasi di semua sektor perikanan, kelautan, industri dan pelayanan publik. Ketiga peningkatan insentif guru sekolah umum, pesantren serta penjaga rumah ibadah.
Keempat mendorong ekonomi inklusif berbasis ekonomi kreatif dan digital untuk mendukung UMKM, kelima mengembangkan pariwisata dan budaya berbasis desa. Keenam membangun dan meningkatkan infrastruktur layanan kesehatan dan rumah sakit.
Ketujuh, pembangunan infrastruktur di seluruh kaltim seperti jalan (tol dan non-tol), jembatan, transportasi umum, jaringan komunikasi, dan pelabuhan internasional. Kedelapan, revitalisasi sungai Mahakam untuk transportasi publik, angkutan industri dan pariwisata.
Serta yang kesmebilan mmudahkan investasi termasuk pemberian insentif dan kerjasama antara pemerintah daerah, pusat, dan swasta. “Saya percaya Kaltim bisa lebih maju, sejahtera dan berdaya saing,” tegas Rudy Mas’ud.
Dasar Hukum
Meski sudah diluncurkan, namun hingga saat ini Program Gratispol belum memiliki dasar hukum secara resmi.
Kendati demikian, Ketua Tim Transisi Percepatan Pemprov Kaltim, Rusmadi Wongso, menegaskan bahwa Gubernur dan Wakil Gubernur Kaltim Rudy Mas’ud-Seno Aji telah menyiapkan Peraturan Gubernur (Pergub) sebagai payung hukum Gratispol.
Ia bahkan mengungkapkan 6 program unggulan yang ada masing-masing memiliki Pergubnya sendiri. “Jadi ada 6 Pergub yang disiapkan dan itu semua sudah berproses di Kemendagri. Tinggal menunggu saja,” ujar Rusmadi Wongso saat dijumpai di Kantor Gubernur Kaltim awal Mei 2025 lalu.
Sementara itu, Sekretaris Daerah Kaltim, Sri Wahyuni mengatakan bahwa rancangan Peraturan Gubernur (Pergub) yang mengatur pelaksanaan program Gratispol telah mendapatkan persetujuan dari Kemendagri dan kini memasuki tahap fasilitasi.
Fasilitasi sendiri merupakan proses evaluasi akhir untuk penyempurnaan dan pengawasan sebelum regulasi diberlakukan.
Sri Wahyuni menjelaskan bahwa tahap ini akan menentukan finalisasi Pergub yang telah dirancang oleh pemerintah daerah dan diselaraskan dengan ketentuan hukum dari kementerian terkait.
“Biasanya ada penyempurnaan dan perbaikan sebelum bisa diterapkan,” ujar Sri Wahyuni pada Selasa, 20 Mei 2025 lalu.
Ia menjelaskan, fasilitasi ini merupakan tahapan akhir dari proses panjang mulai dari penyusunan awal oleh perangkat daerah, harmonisasi di tingkat kementerian hukum hingga pembulatan naskah oleh tim pembahasan.
Setelah perbaikan dari Kemendagri dilakukan, Pergub tersebut akan segera diberlakukan. Selaras dengan Ketua Tim Transisi, jelasnya, Pergub Gratispol disusun secara terpisah untuk setiap jenis program.
“Untuk tahap awal ada empat Pergub yang diajukan. Masing-masing untuk program pendidikan gratis, kesehatan gratis, administrasi rumah gratis, dan perjalanan rohani (umrah) gratis,” pungkasnya.
Rp 500 Miliar
Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Pemprov Kaltim) menggelontorkan anggaran sebesar Rp500 miliar di tahun 2025 untuk mendukung pelaksanaan program Gratispol di bidang kesehatan.
Program ini merupakan bagian dari program unggulan Gubernur dan Wakil Gubernur Kaltim yang menyasar berbagai sektor penting, seperti pendidikan, infrastruktur, kelautan, perizinan, dan khususnya kesehatan.
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Timur, Jaya Mualimin, menegaskan bahwa program ini bertujuan memperkuat pelayanan kesehatan di seluruh wilayah Kaltim.Fokus utama diarahkan pada pemerataan kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) agar semua warga, termasuk yang belum terdaftar dan yang sempat menunggak, dapat memperoleh layanan kesehatan yang setara.
“Maka pemerintah Provinsi Kalimantan Timur menyiapkan anggaran untuk membayar premi kepesertaan bagi masyarakat yang belum mempunyai peserta JKN,” ujarnya Kamis (22/5)
Program Gratispol juga mencakup masyarakat yang sebelumnya terdaftar sebagai peserta JKN namun statusnya nonaktif akibat tunggakan iuran karena kondisi ekonomi. Mereka akan dimasukkan kembali ke dalam program melalui skema kepesertaan bagi peserta yang menunggak.
Sementara itu, bagi peserta JKN yang statusnya masih aktif, layanan akan tetap berjalan seperti biasa. Dalam sistem JKN sendiri terdapat enam segmen kepesertaan.
Segmen tersebut mencakup peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) yang dibiayai oleh Kementerian Kesehatan untuk masyarakat miskin, peserta PBI yang didanai oleh pemerintah kabupaten/kota, peserta yang dibiayai oleh badan usaha atau perusahaan tempat mereka bekerja, serta peserta dari kalangan pegawai negeri dan pensiunan yang pembiayaannya ditanggung oleh negara.
Semua segmen ini tetap berjalan sebagaimana mestinya, dan program Gratispol akan mengisi celah untuk warga yang belum terakomodasi.
“Yang belum punya maka wajib punya. Kalau tidak mampu ya maka kita biayai. Kalau yang mampu kemudian mau ikut dia belum punya pesertaan, silakan mendaftar,” tambah Jaya.
Program Gratispol ini juga ditopang oleh penguatan infrastruktur kesehatan. Dari anggaran Rp500 miliar yang dialokasikan hingga Desember 2025, sebagian besar diperuntukkan untuk pembayaran premi JKN. Namun, tidak sedikit pula yang digunakan untuk pembangunan dan pengembangan fasilitas kesehatan.
Anggaran sebesar Rp500 miliar yang dialokasikan untuk mendukung program Gratispol di bidang kesehatan bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Kalimantan Timur, sebagai wujud komitmen pemerintah daerah dalam meningkatkan akses layanan kesehatan bagi seluruh masyarakat.
“Untuk keseluruhannya kalau di anggaran kami di tahun ini itu Rp500 miliar, untuk tahun ini ya sampai dengan Desember ya, untuk kesehatan,” jelasnya.
Rencana pembangunan rumah sakit tipe B di Kutai Barat menjadi salah satu proyek prioritas. Rumah sakit tersebut diharapkan mampu memberikan layanan setara dengan rumah sakit-rumah sakit besar seperti yang ada di Balikpapan.
Selain itu, Rumah Sakit Aji Muhammad Saripudin 2 (AMS 2) juga akan dikembangkan sebagai bagian dari perluasan akses layanan. Selain infrastruktur, penambahan jumlah dokter spesialis juga masuk dalam rencana strategis Dinkes Kaltim. Kekurangan tenaga medis kerap menjadi hambatan utama dalam pelayanan.
“Itu juga menjadi bagian dari kita mengelola agar pelayanan kesehatan itu bisa tidak stagnan karena kekurangan dokter spesialis,” tegas Jaya.
Dana Gratispol juga memberikan dampak langsung kepada fasilitas pelayanan kesehatan seperti puskesmas dan klinik yang telah bermitra dengan BPJS Kesehatan.
Tambahan peserta akan meningkatkan jumlah kapitasi atau dana layanan per peserta, yang berarti peningkatan anggaran operasional untuk setiap fasilitas. “Pasti BPJS akan memberikan tambahan dari kepesertaan dan artinya memberikan kapitasi yang bertambah,” ujarnya.
Sebagai ilustrasi, Puskesmas Juanda yang saat ini melayani sekitar 10.000 peserta, dengan adanya program ini bisa menerima tambahan hingga 15.000 peserta.
Jika satu peserta mendapat kapitasi Rp10.000 per bulan, maka dana puskesmas akan naik dari Rp100 juta menjadi Rp150 juta per bulan.
Di daerah seperti Wahau, misalnya, jika terdapat 20.000 warga dan hanya 15.000 yang menjadi peserta JKN, maka 5.000 sisanya akan didaftarkan agar seluruh penduduk mendapatkan layanan. Soal rujukan layanan, program ini disinergikan sepenuhnya dengan sistem JKN.
Pasien yang memerlukan rujukan ke rumah sakit di kota besar seperti Samarinda atau Balikpapan akan tetap dilayani sesuai prosedur yang berlaku dalam skema BPJS.
“Ini harus disatukan persepsi. Pelayanan Gratispol itu hampir sama dengan pelayanan BPJS, jadi tidak ada skema lain,” tegasnya.
Prinsip utama dari program Gratispol di bidang kesehatan adalah memperkuat layanan JKN atau BPJS yang sudah ada. Jika di suatu daerah terdapat 10 ribu penduduk, namun yang terdaftar sebagai peserta aktif BPJS hanya 5 ribu orang, maka pemerintah provinsi akan menanggung iuran bagi 5 ribu warga lainnya yang belum terdaftar.
Dengan demikian, seluruh masyarakat dapat memperoleh akses layanan kesehatan yang sama, tanpa perbedaan antara peserta Gratispol dan peserta BPJS reguler.
Jaya juga meluruskan anggapan negatif terhadap pelayanan BPJS yang sering dikaitkan dengan kualitas layanan buruk. Ia menekankan bahwa persoalan bukan terletak pada sistem BPJS, melainkan fasilitas kesehatan. “Yang bikin buruk itu fasilitas kesehatannya, bukan BPJS-nya,” ujarnya.
Menurutnya, banyak kasus keterlambatan rujukan atau pelayanan yang buruk terjadi karena peserta BPJS sedang menunggak iuran. Hal ini menjadi kendala teknis bagi fasilitas kesehatan. “Nah dengan adanya yang tidak ada yang nunggak, bisa aktif kembali maka itu akan cepat,” tutupnya. {}