Berita Golkar – Pemerintah menerapkan kewajiban meminta izin pada Kementerian ESDM jika ingin menggunakan air tanah. Regulasi itu disebut berpotensi melanggar HAM.
Hal itu diungkapkan Legislator Golkar Supriansa Manna Hawu. Ia mengatakan, hal tersebut bisa saja jadi pelanggaran HAM jika aturan itu decara tidak langsung menganiaya masyarakat.
“Apakah saya salah jika kami menganggap ini adalah sebuah pelanggaran dan penganiayaan secara tidak langsung atau mungkin bisa dikategorikan sebagai sebuah pelanggaran HAM?” ungkapnya dikutip dari X, Minggu (29/10/2023).
Supriansa menanyakan nasib masyarakat yang sulit mengakses Perushaan Air Minum (PAM). Menurutnya, banyak masyarakat yang tidak punya akses ke sama. “Bagaimana nasib jutaan masyarakat yang jauh dari jangkauan air PAM? Mungkin aturan ini niatnya baik, tapi saya kuatirkan justru membuat susah masyarakat,” ujarnya.
“Mungkin menteri ESDM bisa jalan-jalan ke sejumlah desa terpencil yang jauh dari keterjangkauan perusahaan air PAM, bagaimana susahnya mereka mendapatkan air bersih untuk minum, cuci baju, mandi, masak dll,” tambahnya.
Ia mengatakan tidak mudah masyarakat mengakses perizinan. Jika mesti menyutat ke Kementerian ESDM di Jakarta. “Coba pikirkan bagaimana sulitnya mereka mau ke kota apalagi membuat surat yang di tujukan ke menteri ESDM di Jakarta,” ucapnya.
Ali-alih mengantar, ia bilang, saat ini saja masih nanyak masyarakat yang buta hutuf. Bagaimana mungkin mengurus perizinan tersebut.
“Jangankan mengantar suratnya ke Jakarta menulis saja mereka belum tentu bisa karena masih buta huruf, belum lagi ketidak tahuannya cara mengurusnya dll,” ungkapnya.
Kalaupun misalnya menggunakan jaza orang laim, maka otomatis menggunakan biaya lagi. “Anggaplah mereka akan menggunakan jasa orang lain tapi berapa banyak uang lagi yang harus mereka bayar untuk pengurusan izin itu,” imbuhnya.
Padahal, kata Supriansa, air merupakan kebutuhan pokok. Konstitusi pun menjamin hal tersebut. Teutama dalam pasal 44 ayat 3 UUD 1945.
“Artinya kepmen itu sebaiknya jangan menyusahkan rakyat apalagi bertentangan dengan UUD 45 yang menyatakan bahwa bumi dan air dikuasai negara dan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat,” terangnya. {sumber}