Berita Golkar – Anggota Komisi VIII DPR RI dari Fraksi Partai Golkar, Haeny Relawati Rini Widyastuti, mengingatkan bahwa perubahan tata kelola haji dari Kementerian Agama (Kemenag) kepada Kementerian Haji dan Umrah (KHU) jangan sampai menimbulkan masalah yang mengganggu persiapan pelaksanaan ibadah haji tahun depan.
Menurutnya, dalam fase transisi ini, rawan timbul masalah di lapangan, sehingga perlu ada antisipasi agar persiapan penyelenggaraan haji 2026 bisa dilakukan secara lebih baik.
“KHU perlu gerak cepat dengan melakukan sinergi kolaborasi terutama dengan Kemenag, agar fase transisi ini tidak menimbulkan turbulensi yang bisa mengganggu persiapan pelaksanaan haji 2026,” tegas Haeny dalam keterangannya, Kamis (23/10/2025).
Legislator dari Dapil Jawa Timur IX ini mengatakan ada tiga tantangan krusial yang perlu diantisipasi selama fase transisi persiapan dan pelaksanaan haji 2026. Pertama, tantangan waktu dan tekanan operasional. Kedua, tantangan kelembagaan dan SDM. Ketiga, tantangan logistik dan alih kelola aset.
Dia menerangkan bahwa tantangan waktu dan tekanan operasional terjadi karena waktu persiapan penyelenggaraan haji sudah sangat mepet, yaitu tersisa enam bulan sejak Oktober 2025 ini.
Dengan waktu yang relatif singkat, kata Haeny, Kementerian Haji dan Umrah harus melakukan semua ini secara paralel, mulai dari proses tender, pemilihan penyelenggara haji, hingga pemesanan akomodasi di Arab Saudi.
“Semua harus dilakukan secara paralel dan tepat sasaran. Kelambatan sedikit saja bisa berimplikasi pada kesiapan penyelenggaraan, yang berpotensi mempengaruhi kualitas layanan 221.000 jemaah,” lanjut dia, dikutip dari Kompas.
Tantangan kelembagaan
Terkait tantangan kelembagaan dan SDM, berpotensi terjadi karena Kementerian Haji dan Umrah perlu untuk membangun struktur birokrasi yang baru dari nol. Hal ini bukanlah sesuatu yang mudah.
Menurut Haeny, KHU perlu merekrut dan melatih SDM haji yang kompeten, berintegritas, dan profesional di 13 embarkasi haji dan 7 debarkasi. Selain itu, juga perlu ada alih pengetahuan (transfer of knowledge) dari Kemenag ke KHU dalam proses tata kelola haji.
“Kemenag memiliki pengalaman puluhan tahun dalam urusan tata kelola haji. Perlu ada transfer pengetahuan dan pengalaman secara lebih terstruktur. Tanpa ada mekanisme yang jelas, pengalaman Kemenag yang sudah bertahun-tahun akan hilang begitu saja (institusional amnesia), sehingga KHU harus memulai dari awal,” terang Haeny.
Sementara itu, tantangan terkait logistik dan alih kelola aset dinilai bisa terjadi karena dalam fase transisi ini akan ada pengalihan aset haji, seperti embarkasi, debarkasi, asrama haji, Rumah Sakit Haji (RSH), dan fasilitas pendukung lainnya di berbagai daerah dari Kemenag ke KHU.
Politikus Partai Golkar ini menilai semua proses itu memerlukan inventarisasi, verifikasi, dan serah terima yang cukup rumit. Haeny pun menilai perlu ada pendekatan jangka pendek, menengah, dan jangka panjang untuk mengantisipasi masalah tersebut.
Haeny mengusulkan pendekatan jangka pendek dapat dilakukan dengan membentuk Satgas Transisi Haji 2026 yang melibatkan personel gabungan dari Kemenag dan KHU.
“Mekanisme secondment atau detasering, yang berarti perpindahan sementara atau pembantuan pegawai Kemenag yang berpengalaman ke KHU, dapat dilakukan untuk menjaga kontinuitas operasional,” ucap dia.
Untuk pendekatan jangka menengah, ia mengusulkan KHU fokus pada konsolidasi kelembagaan dengan melakukan percepatan rekrutmen SDM inti dan menyelenggarakan program pelatihan intensif yang bekerja sama dengan Kemenag dan lembaga pelatihan pemerintah.
Terkait solusi jangka panjang, ia menyarankan Kementerian Haji membangun sistem tata kelola yang modern, terdigitalisasi, dan berorientasi pada kualitas serta transparansi pelayanan. Menurutnya, perlu ada pengembangan single database terpadu untuk seluruh jemaah haji dan umrah, serta rancangan model bisnis yang inovatif untuk mengoptimalkan pengelolaan aset-asetnya.
Haeny berharap pelaksanaan haji 2026 bisa menjadi contoh sukses transisi yang tertata, melalui kolaborasi lintas sektoral dan perbaikan semua sektor demi kepentingan jemaah haji Indonesia.
Haeny menegaskan, Fraksi Partai Golkar dan jajaran Komisi VIII DPR RI mendukung penuh niat baik Pemerintah untuk memperbaiki kualitas tata kelola haji. “Namun, niat baik harus diimplementasikan dengan perencanaan yang matang, strategis, dan eksekusi yang cermat,” tambahnya. {}













