Berita Golkar – Partai Golkar melewati masa-masa yang berat lima tahun terakhir, sejak di bawah kepemimpinan Syamsuar. Mulai Pikada 9 daerah tahun 2020, dan puncaknya Pilkada 2024, jagoan Golkar kalah dan bertumbangan di 12 daerah.
Dari pleno kabupaten kota, Partai Golkar hanya menang di dua daerah di Riau, yakni Indragiri Hilir (Inhil) dan Siak. Dari dua daerah tersebut, hanya ada satu kader murni Golkar, yakni Yuliantini, itupun hanya sebagai Wakil Bupati Inhil.
Parahnya, Partai Golkar pun kalah telat di pemilihan Gubernur Riau. Jagoannya yang juga petahana Gubernur Riau Syamsuar kalah dari Abdul Wahid-SF Hariyanto.
Hasil ini membuat miris, terutama dari internal Golkar sendiri. Sejarah mencatat, beberapa dekade, Provinsi Riau menjadi lumbung suara Partai Golkar.
Bahkan pernah mencatat hampir seluruh kepala daerah yang terpilih di Riau berasal dari Partai Golkar, pada zaman kepemimpinan Rusli Zainal saat itu.
Di Pilkada 2024 ini, seperti Kuansing mengusung ketua Partai Golkar Kuansing Adam, di Kampar mengusung ketua Golkar Kampar Repol, di Rokan Hilir mengusung ketua Partai Golkar sekaligus bupati petahana Afrizal Sintong, pun tumbang.
Begitu juga di Dumai, Partai Golkar mengusung ketuanya Ferdiansyah, Bengkalis mengusung ketuanya Syahrial, Meranti mengusung ketuanya Iskandar Budiman. Selain itu juga mengusung beberapa kader yang dianggap mempuni dan potensial, namun semua tumbang.
Hingga saat ini belum ada keterangan resmi dari partai Golkar, untuk menanggapi kekalahan tersebut.
Sebelumnya, Pengamat Politik dari Universitas Islam Riau (UIR) Panca Setyo Prihatin kepada CAKAPLAH.com mengatakan, menurunnya Golkar di Riau sudah terlihat sejak Pilkada serentak 9 daerah di Riau tahun 2020, Golkar mulai rontok dengan hanya memenangkan tiga kontestasi Pilkada kabupaten.
“Dalam analisis saya sebelumnya, pernah mengatakan bahwa hasil Pilkada serentak susulan 2020 yang lalu, ke depan partai Golkar akan semakin sulit bergerak karena 7 dari 9 calon kepala daerah yang diusung kalah. Partai Golkar hanya menang di Rohil, Inhu dan Kuansing, bahkan setelah itu di 2 daerah yang menang itu elit partai Golkar hijrah ke partai lain menyebabkan basis partai seperti kehilangan induk,” kata Panca kepada CAKAPLAH.com.
Kemudian, kata Panca, pada Februari 2024 ada helat politik pemilu legislatif dan pemilihan presiden. Data statistik di Riau sudah menunjukkan posisi partai Golkar mulai tergerus oleh PDIP di kabupaten/kota dan provinsi, walaupun raihan suara relatif masih besar.
“Akhirnya perjalanan menuju Pilkada serentak November 2024 semakin mengkhawatirkan ketika partai memutuskan elit partai di eksekutif dan legislatif mendapatkan skala prioritas maju sebagai calon gubernur/bupati/walikota tanpa memperhatikan popularitas dan elektabilitasnya. Di situlah mulai terasa bahwa partai ini mulai goyah,” papar Panca.
Selain itu, hasil kerja incumbent yang tidak memuaskan publik menjadi salah satu pangkal persoalan di level grossroad (akar rumput), seperti persoalan infrastruktur yang menjadi urat nadi ekonomi masyarakat (jalan, jembatan, listrik dan lain lain) terasa lamban direspon.
“Puncaknya pada helat Pilkada serentak November 2024 ini, di mana segala gundah hati masyarakat diluapkan dengan memberikan dukungan kepada calon lain yang dianggap mampu memberikan harapan baru. Fakta dari hasil hitung cepat hampir semua daerah calon yang diusung partai ini kalah dan tanpa teraju atau pemimpin yang kuat dipastikan kondisi partai akan semakin sulit menapaki konstalasi yang semakin bertambah berat ke depan,” paparnya.
Maka, kata Panca, pasca helat politik ini partai Golkar seyogyanya harus melakukan evaluasi secara menyeluruh agar eksistensi partai yang pernah menjadi partai besar di Riau ini akan tetap eksis di kontestasi politik lokal. “Evaluasi harus dilakukan agar Golkar yang merupakan partai besar di Riau tetap eksis ke depan,” katanya. {}