Berita Golkar – Pakar hukum Prof. Dr. Henry Indraguna, S.H., M.H., menyampaikan dukungannya terhadap kebijakan pemerintah yang akan menerapkan program bahan bakar campuran etanol 10 persen (E10). Ia menilai program yang diinisiasi dan akan diorkestrasi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) merupakan kebijakan strategis untuk memperkuat kemandirian energi nasional sekaligus mengurangi ketergantungan terhadap impor bahan bakar minyak (BBM).
“Program E10 ini bukan hanya soal inovasi energi, tetapi juga soal kedaulatan bangsa. Indonesia memiliki potensi besar dalam produksi bioetanol berbasis tebu dan singkong, dan inilah saatnya potensi itu dimaksimalkan,” ujar Prof. Henry di Jakarta, Jumat (17/10).
Penasehat Ahli Balitbang DPP Partai Golkar itu mengapresiasi keputusan Presiden Prabowo Subianto yang menyetujui mandatori penggunaan bensin bercampur etanol 10 persen. Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyatakan bahwa Indonesia akan segera memulai proyek mandatori bensin yang dicampur bahan etanol 10 persen.
Bahlil yang juga Ketua Umum Partai Golkar menyebut bahwa Presiden Prabowo sudah memberikan persetujuan atas program tersebut. Ia menegaskan proyek ini akan menjadi mandatori, mirip dengan kebijakan biodiesel yang mencampur solar dengan olahan minyak sawit.
“Ke depan kita akan dorong ada E10. Program ini telah dirapatkan dengan Pak Presiden, Bapak Presiden setujui mandatori 10% etanol. Kami akan campur bensin kita dengan etanol,” ujar Bahlil di Jakarta, pekan lalu.
Transisi Energi Bersih dan Berkelanjutan
Dari pandangan Prof. Henry yang juga Guru Besar Unissula ini, keputusan Menteri ESDM sangat beralasan dan harus didukung mulai dari parlemen, akademisi, dunia usaha, hingga masyarakat secara umum.
“Keputusan secepatnya harus diambil pemerintah karena sejauh ini untuk memenuhi konsumsi BBM di tanah air, Indonesia harus impor sebanyak 60 persen untuk kebutuhan dalam negeri,” terang Profesor yang juga dari Unissula ini.
Menteri Bahlil sebelumnya telah memaparkan bahwa kebutuhan bahan bakar minyak nasional mencapai 1,6 juta barel per hari, sementara produksinya hanya sekitar 600 ribu barel.
Ketua DPP Ormas MKGR ini meyakinkan publik bahwa dengan proyek bioetanol tersebut, Indonesia ke depan dapat menekan impor minyak. Di sisi lain, momentum ini juga menjadi kesempatan bagi Indonesia untuk memanfaatkan sumber daya alam berbasis energi ramah lingkungan melalui hilirisasi.
“Jadi kita tidak selalu terus mengimpor banyak dan bisa memanfaatkan bahan bakar kendaraan yang bersih dan ramah lingkungan,” jelas Prof. Henry.
Menurut Doktor Ilmu Hukum UNS Surakarta dan Universitas Borobudur ini, kebijakan prokedaulatan energi tersebut akan memberikan efek berlapis bagi perekonomian nasional.
“Selain menghemat devisa negara dari impor BBM, program ini juga akan membuka peluang ekonomi baru di sektor pertanian dan industri bioenergi. Petani tebu dan singkong akan menjadi bagian penting dalam rantai pasok energi nasional,” tandas Wakil Ketua Dewan Penasehat DPP AMPI ini.
Prof. Henry menambahkan, Partai Golkar sejak lama konsisten mendorong diversifikasi energi melalui pemanfaatan sumber daya terbarukan. Ia menyebut, dengan penerapan E10, Indonesia sedang mengambil langkah nyata menuju transisi energi bersih dan berkelanjutan.
“Kemandirian energi adalah fondasi kemandirian ekonomi. Dengan E10, kita membangun masa depan energi yang lebih hijau, lebih stabil, dan lebih berpihak pada rakyat,” ungkapnya.
Menurutnya, dukungan penuh dari semua pihak, terutama industri otomotif, lembaga penelitian, dan masyarakat menjadi kunci keberhasilan implementasi kebijakan ini. Prof. Henry pun mengajak seluruh elemen bangsa untuk mendukung upaya pemerintah mewujudkan Indonesia yang mandiri dan berdaulat di bidang energi.
Politisi Partai Golkar asal Jawa Tengah itu menegaskan pentingnya hilirisasi dan industrialisasi sebagai strategi kunci dalam membangun ekonomi berdaulat dan berkelanjutan.
“Golkar mendukung sepenuhnya. Ini kebijakan visioner yang sejalan dengan arah pembangunan nasional menuju Indonesia Emas 2045,” pungkas Waketum DPP Bapera sekaligus Ketua LBH DPP Bapera ini.