DPP  

Henry Indraguna: Ketika Hukum Rindu Keadilan, Pengesahan RUU KUHAP Jadi Jawaban!

Berita GolkarDPR RI sudah menetapkan RUU KUHAP sebagai usulan inisiatif DPR dan memasukkan dalam Daftar Inventarisasi Masalah (DIM). Komisi III DPR RI dijadwalkan menggelar rapat kerja dengan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) pada Selasa ini, 8 Juli 2025, setelah tertunda beberapa hari.

Komisi III DPR RI telah membahas DIM yang telah diparaf pada 23 Juni 2025 oleh Menteri Hukum Supratman Andi Agtas, Ketua Mahkamah Agung Sunarto, Jaksa Agung ST Burhanuddin, Kapolri Listyo Sigit Prabowo, dan Wakil Menteri Sekretariat Negara Bambang Eko Suhariyanto.

Dengan telah disetujui DIM ini maka menunjukkan adanya hasil kolaborasi lintas lembaga termasuk Polri dan Kejaksaan. Dalam DIM ini fokus pembahasan pada sistem peradilan pidana terpadu yang menyeimbangkan kewenangan dengan perlindungan HAM.

Wakil Menteri Hukum Edward Omar Sharif Hiariej menegaskan bahwa pengesahan RUU ini ditargetkan selesai pada 2025, sejalan dengan pemberlakuan KUHP baru pada 2 Januari 2026.

Pakar hukum Prof Dr Henry Indraguna SH MH menyebut bahwa Rancangan Undang-Undang Kitab Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) menjadi harapan untuk menyegarkan sistem peradilan pidana Indonesia.

Menurut Prof Henry, Undang-Undang No. 8 Tahun 1981, yang masih menjadi landasan hukum acara pidana sudah usang dan tak mampu menjawab tantangan zaman seperti kejahatan siber, dinamika sosial modern, hingga jaminan hak asasi manusia.

“Tak ada alasan lagi, RUU ini harus segera disahkan. Hukum harus hidup. Keadilan yang tertunda adalah pengkhianatan terhadap rakyat. RUU KUHAP adalah napas baru untuk hukum modern Indonesia,” ujar Prof Henry dari Malé, Maladewa, Rabu (9/7/2025).

Penasehat Ahli Balitbang DPP Partai Golkar ini menyoroti bahwa KUHAP yang diteken 1981 merupakan warisan era kolonial, masih kental dengan pendekatan represif yang mengabaikan prinsip due process of law.

Profesor dan Guru Besar Unissula Semarang berpandangan bahwa hukum acara pidana saat ini gagal melindungi hak tersangka, saksi, dan korban, serta tidak responsif terhadap kemajuan teknologi dan kompleksitas kejahatan modern.

“Hukum harus menjadi pelayan rakyat, bukan alat penindas. RUU KUHAP harus memastikan keadilan yang manusiawi dan transparan,” tegasnya.

Doktor Ilmu Hukum UNS dan Universitas Borobudur Jakarta ini menekankan pentingnya penguatan peran advokat dan mekanisme pengawasan yudisial untuk mencegah penyalahgunaan wewenang aparat penegak hukum.

Jembatan Keadilan dan Manusiawi

Sementara itu, pandangan lain datang dari Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) dan Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pembaruan KUHAP. ICJR menyoroti draf RUU KUHAP versi 17 Februari 2025 yang dianggap bermasalah, terutama karena memasukkan ketentuan internal kepolisian yang tidak transparan dan berpotensi melanggar HAM, seperti prosedur penyelidikan tanpa batas waktu yang jelas. Peneliti ICJR, Iftitahsari, menegaskan bahwa draf ini justru melegitimasi praktik tidak akuntabel.

Koalisi juga mengkritik minimnya pengaturan mekanisme operasional untuk hak tersangka, saksi, dan korban, serta ketidakjelasan forum keberatan atas pelanggaran hak. Mereka bahkan mengusulkan draf tandingan, menekankan perlunya penguatan prinsip due process of law dan pengawasan yudisial.

Merespon hal ini Prof Henry Indraguna pun mengatakan bahwa keadilan yang tertunda akibat UU yang tak mengikuti zaman adalah keadilan yang terkubur. Ditegaskan Wakil Ketua Dewan Pembina Kongres Advokat Indonesia (KAI) ini, hukum yang mandeg adalah pengingkaran terhadap akal dan moral.

“RUU KUHAP bukan sekadar dokumen, melainkan manifesto filosofis untuk menegakkan martabat manusia. Secara rasional, pengesahan RUU ini mendesak karena dunia telah berlari dengan teknologi dan kejahatan baru, sementara hukum acara pidana masih tertatih,” ungkap Ketua DPP Ormas MKGR ini.

Ditambahkan Wakil Ketua Dewan Penasehat DPP AMPI ini bahwa menunda pengesahan berarti membiarkan keadilan terjebak di masa lalu. Secara filosofis, hukum adalah kontrak sosial yang mencerminkan kepercayaan rakyat.

“RUU KUHAP adalah jembatan menuju hukum yang tidak hanya adil, tetapi juga manusiawi,” tegas Waketum DPP Bapera dan Ketua LBH DPP Bapera ini.

Leave a Reply