Berita Golkar – Pakar hukum Prof Henry Indraguna, SH. MH menilai penerapan pola hidup sederhana di lingkungan Mahkamah Agung (MA) merupakan upaya kolektif untuk menjaga marwah peradilan dan kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan.
Menurut Prof Henry dengan terbitnya Surat Edaran (SE) Nomor 4 Tahun 2025 yang dikeluarkan oleh Mahkamah Agung adalah menjadi goodwill Pimpinan MA agar jajaran di lembaga negara sebagai pintu terakhir keadilan ini menghindari tindakan koruptif yang dipicu oleh gaya hidup hedon dan bermewah-mewah.
SE MA Nomor 4 Tahun 2025 yang diteken Dirjen Badan Peradilan Umum Mahkamah Agung (MA) Bambang Myanto pada Kamis 15 Mei 2025 lalu MA menekankan pentingnya penerapan pola hidup sederhana sebagai langkah preventif untuk mencegah korupsi dan pelanggaran etika.
SE MA terbaru mengimbau aparatur peradilan, termasuk para hakim maupun panitera untuk menjauhi gaya hidup mewah dan hedonis. “Ini adalah langkah yang penting untuk menghindari perilaku koruptif dan penegakan kode etik hakim yang dipicu gaya hidup mewah dan hedon di lingkungan MA,” ujar Prof Henry di Jakarta, Jumat, (23/5/2025).
Doktor Ilmu Hukum dari UNS Surakarta dan Universitas Borobudur Jakarta ini menegaskan bahwa pola hidup sederhana bukanlah pembatasan terhadap hak pribadi, melainkan mencerminkan integritas, tanggung jawab, dan keteladanan sehingga putusan para hakim yang dikeluarkan selalu berdasarkan keadilan Tuhan YME.
Profesor dari Unissula ini mengingatkan agar seluruh aparatur peradilan, beserta keluarganya, berkomitmen untuk menjalani kehidupan yang sederhana, serta menghindari perilaku konsumtif.
“Seluruh aparatur peradilan wajib memerhatikan prinsip-prinsip kepatutan, kewajaran, dan kehati-hatian dalam setiap aktivitas sosial maupun perilaku keseharian. Termasuk gaya hidup yang aneh-aneh seperti dengan cara flexing, dalam konteks media sosial melakukan perilaku menunjukkan prestasi, kebahagiaan, dan gaya hidup mewah secara berlebihan agar tidak dilakukan,” tegas Prof Henry.
Selain menghindari hedonisme, Surat Edaran ini juga mengimbau agar aparatur peradilan tidak membeli, menggunakan, atau memamerkan barang-barang mewah apapun. Sekali pun barang itu bukan miliknya atau hanya sekadar ingin berswa foto dengan barang tersebut.
Prof Henry menekankan pentingnya untuk tidak menciptakan kesenjangan dan kecemburuan sosial, terutama dalam penggunaan media sosial sehingga tidak memicu kecurigaan, keresahan bahkan kegaduhan masyarakat di tengah kondisi ekonomi tidak dalam keadaan baik yang dapat memicu “kekerasan sosial”.
Wakil Ketua Dewan Pembina Kongres Advokat Indonesia (KAI) ini juga menyoroti pentingnya kesederhanaan dalam pelaksanaan acara resmi kantor seperti perpisahan, purnabakti dan kegiatan seremonial lainnya.
“Meskipun acara resmi kantor seperti serah terima jabatan atau rapat kerja serta rapat-rapat resmi lainnya yang mendukung kinerja tak bisa diabaikan. Namun kegiatan tersebut harus dilakukan secara sederhana tanpa mengurangi makna dan kekhidmatannya,” urainya.
Selain itu Penasehat Ahli Balitbang DPP Partai Golkar ini juga meminta jajaran di lingkungan Mahkamah Agung untuk berani dan menolak pemberian hadiah atau keuntungan yang berkaitan dengan jabatan dari pihak manapun yang berperkara atau yang berkepentingan terhadap penyelesaian perkara hukum.
“Komitmen ini harus digelorakan dan diimplementasikan secara serius dan sungguh-sungguh oleh jajaran MA, dari Hakim Agung, para hakim dan panitera di semua tingkatan peradilan, Pimpinan Pengadilan Negeri (PN) dan Pengadilan Tinggi (PT) sehingga SE MA tersebut tidak hanya sekedar macam ompong. Akan tetapi bisa menjadi taring untuk menerkam mangsanya dari dalam dan luar MA,” tandas Wakil Ketua Dewan Penasehat DPP AMPI dan Waketum DPP Bapera ini.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga menyambut baik adanya Surat Edaran Mahkamah Agung (SE MA) nomor 4 tahun 2025, tentang penerapan pola hidup sederhana aparatur peradilan umum. KPK menilai, SE tersebut sejalan dengan semangat antikorupsi. “Imbauan tersebut selaras dengan semangat antikorupsi yang terus disuarakan oleh KPK,” kata Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo.