DPP  

Henry Indraguna Nilai Pengoplosan BBM Pertamax Sebagai Bentuk Pengkhianatan Terhadap Negara

Berita GolkarKejaksaan Agung (Kejagung) mengungkapkan adanya praktik pengoplosan BBM oleh oknum-oknum tertentu dalam kasus dugaan korupsi di PT Pertamina. Menurut Kejagung, dalam periode 2018-2023 ditemukan adanya pengoplosan antara Pertamax (RON 92) dan Pertalite (RON 90) untuk menghemat biaya produksi.

Kejagung juga memastikan bahwa praktik tersebut telah dihentikan dan sekarang Pertamax yang beredar di SPBU sudah sesuai dengan standar kualitas yang berlaku.

Penasehat Ahli Balitbang DPP Partai Golkar, Prof Dr Henry Indraguna SH. MH menyebutkan ada dua hal yang perlu dicermati dari terbongkarnya praktik korupsi dan kolusi penyelenggara negara yakni para petinggi Pertamina Patra Niaga dah swasta.

Pertama, meskipun memang ada kasus oplosan di masa lalu, Kejagung sudah memastikan bahwa Pertamax yang beredar saat ini tidak lagi tercampur dengan BBM lain.

“Kedua, kasus ini membuka mata publik tentang pentingnya transparansi dan pengawasan dalam industri BBM bahwa nyatanya regulator dan operator dalam public service obligation (PSO) BBM untuk rakyat pun juga diselewengkan oleh pengambil kebijakan,” ungkap Prof Henry di Jakarta, Kamis (27/2/2025).

Sebagai negara yang bergantung pada sektor energi, kata dia, perlu dipastikan di setiap tetes bahan bakar yang dikonsumsi memiliki kualitas yang baik dan aman untuk mesin kendaraan masyarakat.

“Saya mengapresiasi kinerja Kejaksaan Agung mengambil tindakan tegas terhadap oknum penyelenggara negara dan swasta yang terlibat dalam praktik oplosan BBM ini sehingga kita bisa merasa lebih aman. Ini bagian dari hadirnya negara untuk memberi rasa aman. Aparat penegak hukum (APH) cukup becus bekerja meski kerugian negara telah terjadi, ” kata Prof Henry.

Agar kasus tersebut tak terulang, Prof Henry meminta ada pengawasan publik. Masyarakat, sebagai konsumen, juga dapat berperan dalam menjaga kualitas produk yang beredar di pasaran.

Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan melaporkan jika menemukan indikasi pengoplosan atau penurunan kualitas bahan bakar. Misalnya setelah BBM terisi di kendaraan kita terjadi kerusakan mesin atau korosi.

“Bisa juga dengan lebih aktif mengakses informasi terkait transparansi harga dan kualitas BBM yang diberikan oleh perusahaan-perusahaan besar seperti Pertamina melalui platform digital,” terang Prof Henry.

Edukasi Publik

Selain itu, perlunya edukasi publik juga menjadi hak penting. Menggunakan BBM sesuai rekomendasi kendaraan, serta memahami cara-cara mengecek kualitas BBM (seperti memeriksa bau atau warna bahan bakar di kendaraan), bisa menjadi langkah awal untuk mencegah penipuan atau penurunan kualitas BBM yang beredar.

Sebenarnya secara teknis, apabila Premium (RON 88), Pertalite (RON 90), dan Pertamax (RON 92) dioplos, maka hasil campurannya akan memiliki angka oktan yang bervariasi.

Jika lebih banyak digunakan Premium dan Pertalite, hasil oplosannya akan memiliki RON sekitar 88-90. Namun jika lebih banyak menggunakan Pertamax, hasilnya bisa mendekati RON 92, tetapi jika persentasenya terlalu rendah, angka oktan bisa turun sedikit.

Bahan bakar oplosan ini memiliki dampak pada mesin cukup signifikan, terutama bagi kendaraan yang memerlukan bahan bakar dengan angka oktan tinggi, seperti yang disarankan untuk menggunakan Pertamax (RON 92).

Mesin yang dirancang untuk RON lebih tinggi dapat mengalami knocking (ketukan mesin), yang disebabkan oleh pembakaran yang tidak sempurna ketika menggunakan bahan bakar dengan angka oktan lebih rendah.

Knocking ini bisa merusak komponen mesin seperti piston dan katup dalam jangka panjang. Selain itu, mesin juga bisa kehilangan performa karena bahan bakar dengan angka oktan rendah tidak dapat mengatasi kompresi tinggi dengan optimal.

Penggunaan bahan bakar oplosan dengan angka oktan rendah juga cenderung membuat mesin lebih boros dalam konsumsi bahan bakar dan mengurangi efisiensi energi. Mesin yang seharusnya mendapatkan bahan bakar dengan RON tinggi tidak dapat mencapai performa maksimal, sehingga lebih banyak bahan bakar yang dibutuhkan untuk mencapai kecepatan atau daya yang sama.

Profesor dari Unissula Semarang ini menyebutkan bahwa praktik yang dilakukan pada tersangka tersebut adalah salah satu bentuk pengkhianatan terhadap negara.

Akibat peristiwa tersebut, Pertamina sebagai simbol kedaulatan energi negeri bisa jatuh ke titik nadir. Negara juga dirugikan karena harus membayar subsidi pertalite dan premium padahal keduanya dijual ke pasaran sebagai Pertamax. Kerugian negara lainnya yang tak bisa dikonversi menjadi nilai uang adalah turunnya kepercayaan publik.

“Jika pemerintah tidak hati-hati bisa menjadi bola panas yang memicu ketidakstabilan politik dalam negeri,” ungkap Doktor Hukum Universitas UNS Surakarta dan Universitas Borobudur Jakarta ini.

Kemudian yang paling dirugikan adalah masyarakat. Selain mendapatkan produk yang kualitasnya rendah, juga seperti diadudomba dengan pemerintah. Dalam hal ini efeknya adalah menurunkan kepercayaan publik terhadap penyelenggara negara.

“Maka perbuatan oknum di Pertamina dan swasta ini harus dihukum berat. Bahkan tidak menutup kemungkinan kejahatan yang tergolong extra ordinary ini bisa diklasifikasikan sebagai pemberontakan atau pengkhianatan kepada rakyat. Jadi harus diberikan hukuman yang maksimal dan harus dimiskinkan. Ini karena dampaknya sangat luar biasa bisa. Yang membahayakan adalah munculnya distrust rakyat kepada penyelenggara negara mulai dari BUMN, anggota kabinet hingga Kepala Negara,” urainya.

Untuk itu, Prof Henry meminta Presiden Prabowo harus tegas menumpas orang-orang jahat “drakula” penghisap uang rakyat di sekitarnya.

“Kita menginginkan Presiden Prabowo yang sudah dipilih mayoritas rakyat dapat membersihkan oknum-oknum elit di BUMN maupun pemerintahannya. Sejarah akan mencatat di pemerintahan Pak Prabowo sudah tidak ada lagi orang-orang yang merugikan rakyat dan beban negara,” tegas Wakil Ketua Dewan Pembina Kongres Advokat Indonesia (KAI).

Leave a Reply