DPP  

Henry Indraguna Nilai Rencana Menteri Bahlil Bangun Kilang Raksasa Merupakan Manuver Cerdas

Berita Golkar – Ide direksi Pertamina Patra Niaga menurunkan produksi kilang dan menolak minyak mentah lokal demi impor menunjukkan rapuhnya komitmen pejabat Pertamina terhadap kedaulatan energi. Ini bukan sekadar blunder teknis, tapi menjadi cerminan kegagalan politik dalam mengendalikan BUMN strategis.

Penasehat Ahli Balitbang DPP Partai Golkar Prof Dr Henry Indraguna SH. MH menyebutkan bahwa Direksi Pertamina, yang tidak bisa dipisahkan dari “cawe-cawe” kepentingan elit politik, tampak lebih sibuk mengejar keuntungan jangka pendek ketimbang memperjuangkan mandat nasional untuk memaksimalkan sumber daya lokal.

“Metode impor spot dan penunjukan jelas menunjukkan adanya permainan kekuasaan di balik layar,” kata Prof Dr Henry Indraguna di Jakarta, Rabu (5/3/2025).

Ditambahkannya, bahwa skandal ini menunjukkan urgensi penegakan aturan yang tegas. Penolakan minyak lokal dengan alasan “spesifikasi tak sesuai” dan “tidak ekonomis” adalah dalih yang rapuh.

Di sisi lain, langkah Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mendorong pembangunan kilang (refinery) 500 ribu barel dan proyek hilirisasi, kata Prof Henry, patut diapresiasi sebagai manuver cerdas.

“Ini sinyal kuat bahwa pemerintah ingin membalikkan narasi negatif dengan visi jangka panjang, menjawab kritik soal ketergantungan impor,” tegas Profesor dari Unissula Semarang ini.

Investasi USD 45 miliar untuk 21 proyek tahap pertama, termasuk cadangan energi di Pulau Nipah dan substitusi LPG dengan DME, menunjukkan ambisi politik yang layak didukung.

Prof Henry meyakini Menteri ESDM Bahlil sangai paham bahwa ketahanan energi adalah kartu truf untuk memenangkan kepentingan publik dan memperkuat posisi pemerintah di mata investor.

“Secara hukum, rencana ini juga positif karena bisa memperkuat regulasi energi ke depan. Pembangunan kilang dan infrastruktur hilirisasi, jika dijalankan transparan, bisa jadi landasan untuk memperbaiki tata kelola sektor migas yang selama ini amburadul,” tandasnya.

Doktor Hukum dari UNS Surakarta dan Universitas Borobudur Jakarta ini mengingatkan bahwa rencana tersebut membutuhkan payung hukum yang kuat yang memastikan proyek tidak dikorupsi.

“Misalnya kontraktor dipilih lewat tender terbuka, dan hasilnya diaudit ketat. Tanpa itu, janji manis ini rawan jadi proyek mercusuar yang ujung-ujungnya malah dililit skandal baru,” ucapnya.

Duel Kelola BUMN dan Hilirisasi

Bagi Prof Henry, rencana itu adalah duel antara kegagalan pengendalian BUMN dan ambisi membangun citra lewat proyek besar. Menurutnya, Bahlil punya peluang memenangkan duel itu jika eksekusinya bersih.

Secara hukum, skandal Pertamina adalah panggilan darurat untuk penegakan hukum tanpa pandang bulu. Sementara rencana hilirisasi adalah harapan yang harus dijaga dengan regulasi ketat.

“Pemerintah dan aparat penegak hukum harus bisa membuktikan bahwa energi bukan cuma alat politik, tapi hak rakyat yang dilindungi, bukan untuk dirampok,” tegas Wakil Ketua Dewan Pembina Kongres Advokat Indonesia (KAI).

Leave a Reply