Berita Golkar – Pembahasan Revisi Undang-Undang Kejaksaan dinyatakan akan dimulai setelah DPR RI selesai melakukan pembahasan RUU KUHAP. Disampaikan, bahwa pembahasan akan dilakukan pada tahun ini, karena RUU Kejaksaan sudah masuk ke dalam Prolegnas 2025.
Seperti diketahui, UU Kejaksaan baru saja direvisi pada tahun 2021. Kala itu ada beberapa pasal yang diubah seperti perubahan usia jaksa menjadi paling rendah 23 tahun dan paling tinggi 30 tahun. Begitu pula dengan pemberhentian jaksa dengan hormat diubah menjadi 60 tahun.
Selain itu, RUU Kejaksaan ini juga memuat pembahasan mengenai lembaga pendidikan khusus kejaksaan dan penugasan jaksa pada instansi lain. Pakar Hukum Prof Henry Indraguna, SH.MH menyatakan revisi atas UU Kejaksaan perlu dilakukan untuk menyelaraskan kewenangan kejaksaan dengan pengawasan atas kinerja para jaksa.
“Banyak timbul pro-kontra di publik atas masuknya UU Kejaksaan ke dalam Prolegnas. Ada anggapan bahwa Revisi UU Kejaksaan akan memperluas kewenangan jaksa tanpa diimbangi dengan mekanisme pengawasan yang ketat. Padahal tidak seperti itu. Revisi UU Kejaksaan dilakukan untuk memastikan penegakan hukum di Indonesia ini telah memenuhi prinsip-prinsip berkeadilan untuk semua pihak, termasuk juga bagi para jaksa. Dan jika jaksa salah juga akan dihukum sesuai ketentuan undang-undang,” ujar Prof Henry di Jakarta, Sabtu (26/4/2025).
Prof Henry merespon positif dengan adanya RUU Kejaksaan baru ini, maka akan dibenahi pasal-pasal yang dinilai masih membuka celah bagi oknum kejaksaan untuk mencari peluang mengamankan kesalahan yang dilakukannya.
“Dengan adanya RUU Kejaksaan, yang diharapkan tentunya akan semakin terbangun penguatan integritas dari lembaga Adhyaksa ini. Akan didorong untuk dilakukan perbaikan substantif terhadap kualitas penegakan hukum,” tandas Profesor dari Unissula Semarang ini.
Termasuk juga, kekhawatiran masyarakat pada salah satu pasal, yaitu pemberian senjata api kepada jaksa untuk perlindungan diri, akan dilakukan penambahan penjelasan. Hal ini untuk memastikan tidak akan terjadi penyelewengan fungsi senjata tersebut.
“Dalam revisi nanti, akan didorong prinsip checks and balances yang menjadi pilar utama sistem hukum yang adil. Termasuk juga menjadikan lembaga kejaksaan memiliki mekanisme pengawasan yang lebih efektif, transparan, dan akuntabel,” terang Prof Henry.
Lebih lanjut Penasehat Ahli Balitbang DPP Partai Golkar ini berpendapat, dengan adanya revisi UU Kejaksaan, maka bisa dilakukan pembahasan pula terkait posisi kejaksaan di pemerintah.
“Kan jadi bisa ditegaskan, posisi kejaksaan itu di tanah eksekutif atau yudikatif. Intinya, pembahasan ulang tersebut untuk memastikan lembaga kejaksaan akan menjadi lembaga penegak hukum yang profesional, berintegritas, dan juga memiliki mekanisme pengawasan kuat sehingga kredibilitas penyidiknya tetap terjaga,” pungkas Doktor Ilmu Hukum UNS Surakarta dan Universitas Borobudur Jakarta ini.