Berita Golkar – Hetifah Sjaifudian, Ketua Komisi X DPR RI, menginisiasi Seminar Literasi bersama Perpustakaan Nasional (Perpusnas) RI, bertajuk: Meningkatkan Peran Perempuan dalam Membangun Budaya Literasi di Lingkungan Keluarga dan Komunitas, di Jakarta, Senin (25/11/2024).
Acara ini dihadiri oleh para tokoh perempuan pimpinan organisasi anggota Kowani (Kongres Wanita Indonesia).
Hetifah hadir sebagai pembicara kunci, dilanjutkan sambutan dari Deputi Bidang Pengembangan Sumber Data Perpustakaan, Adin Bondar dan Ketua Umum KOWANI, Giwo Rubianto Wiyogo. Sebagai Narasumber hadir Marlinda Irwanti Poernomo, Valina Singka Subekti, Sri Suparni Bahlil dan Luluk Maknuniah Sarmuji.
Hetifah yang merupakan Ketua Bidang Pemberdayaan Perempuan DPP Partai Golkar ini menegaskan bahwa Perempuan menjadi kunci tumbuhnya literasi dalam keluarga.
“Oleh karena itu, penting untuk meningkatkan literasi bagi perempuan dengan memberikan ruang seluas-luasnya untuk berkembang” tutur legislator Partai Golkar asal Kaltim ini.
Marlinda, yang juga adalah Ketua Korps Perempuan Majelis Dakwah Islamiyyah (MDI), menekankan pentingnya literasi sebagail modal pemberdayaan perempuan untuk menciptakan karya. “Literasi berperan dalam memperkuat daya saing bangsa.” jelasnya.
Luluk Maknuniah Sarmuji, berbagi kisah bagaimana ia memanfaatkan literasi dalam kehidupan pribadi. Buku yang ia tulis terinspirasi dari pengalaman merawat putranya yang sakit hingga wafat.
“Buku ini lahir dari pengalaman emosional sebagai orang tua. Literasi adalah cara saya mencatat perjalanan tersebut,” ungkapnya.
Bagi Luluk, menulis bukan sekadar mencatat, tetapi juga menyampaikan pesan dan berbagi inspirasi. “Saya ingin pembaca merasakan perjuangan kami, bahwa setiap orang bisa bangkit dari kesedihan dan menghasilkan sesuatu yang bermakna,” tambahnya.
Sementara itu, Sri Suparni Bahlil, istri Ketua Umum Partai Golkar Bahlil Lahadalia, juga menyoroti peran literasi dalam meningkatkan kontribusi perempuan di berbagai sektor. Ia menekankan bahwa perempuan harus berani melampaui batasan tradisional.
“Perempuan bukan hanya pelengkap. Kita juga bisa berkarya dan berkontribusi. Menulis buku adalah salah satu cara saya berbagi pengalaman sebagai pendamping pejabat publik,” ujar Sri.
Sri menyebut bahwa melalui literasi, perempuan dapat lebih percaya diri dan menjadi pelopor perubahan di masyarakat. “Saya ingin perempuan tahu bahwa mereka memiliki potensi besar, dan literasi adalah kunci untuk mewujudkan itu,” jelasnya.
Hetifah menambahkan, budaya literasi harus dimulai dari keluarga. Ia mengajak para ibu untuk membangun kebiasaan membaca sejak dini di rumah.
“Keluarga adalah tempat pertama dan utama bagi anak belajar literasi. Tugas kita adalah menumbuhkan rasa ingin tahu dan membangun pemikiran kritis anak-anak,” ungkapnya.
Acara ini juga menjadi platform bagi para peserta untuk berbagi ide dan praktik terbaik dalam meningkatkan budaya literasi di komunitas mereka. Diskusi interaktif membahas bagaimana menyediakan bahan bacaan berkualitas dan membuat literasi menjadi kegiatan yang menyenangkan.
Seminar ini menegaskan bahwa literasi bukan hanya tentang kemampuan membaca, tetapi juga alat untuk memberdayakan diri. Perempuan yang terampil berliterasi dapat membuka peluang besar di berbagai bidang, mulai dari pendidikan hingga ekonomi.
Seminar diakhiri dengan komitmen bersama untuk menjadikan literasi sebagai prioritas, khususnya dalam mendukung peran perempuan di berbagai sektor kehidupan.
“Semakin banyak perempuan yang bergerak membangun budaya literasi, semakin banyak anak-anak Indonesia yang akan lahir dengan kegemaran membaca” tutup Hetifah. {}