Hetifah Berkomitmen Definisikan Ulang Anggaran Pendidikan 20 Persen Dalam Revisi UU Sisdiknas

Berita GolkarRevisi Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) akan memuat definisi baru terkait alokasi anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari APBN/APBD.

Ketua Komisi X DPR RI sekaligus anggota MPR RI, Hetifah Sjaifudian, menegaskan bahwa aturan tersebut akan menjadi bagian penting dalam revisi UU Sisdiknas yang sudah berusia lebih dari dua dekade. Pembaruan regulasi ini diharapkan mampu memperjelas peruntukan anggaran pendidikan agar tepat sasaran.

“Hal ini akan dibahas dalam revisi UU Sisdiknas. Komisi X akan menindaklanjuti dalam bentuk revisi UU Sisdiknas, yang memang sudah berusia lebih dari dua dekade. Salah satunya mengatur tentang anggaran ini,” ujarnya dalam keterangan di Jakarta, Minggu (10/8/2025).

Pernyataan tersebut disampaikan Hetifah saat berbicara dalam diskusi bertajuk “Merumuskan Kembali Anggaran Pendidikan Guna Mewujudkan Amanat Konstitusi Menuju Indonesia Emas 2045” di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (8/8/2025), dikutip dari TVOneNews.

Hetifah menilai, jika anggaran pendidikan kedinasan diambil dari porsi 20 persen anggaran pendidikan dan tidak dipisahkan, maka kualitas pendidikan dasar, menengah, dan tinggi akan terganggu.

“Kami juga ingin memastikan bahwa distribusi 20 persen anggaran pendidikan ini transparan dan sesuai peruntukannya, tepat guna, tepat sasaran, dan juga tepat waktu,” tegasnya.

Ia menjelaskan bahwa dana pendidikan 20 persen tersebut saat ini tersebar di puluhan kementerian dan lembaga. “Sekarang kementerian apa yang benar-benar mengurus pendidikan? Ternyata bukan hanya Kementerian Pendidikan Dasar Menengah, bukan hanya Kementerian Pendidikan Tinggi,” ucap Hetifah.

“Jadi ada puluhan kementerian lembaga yang ternyata menggunakan dana pendidikan ini, bahkan juga ada pendidikan-pendidikan kedinasan,” lanjutnya.

Senada, anggota MPR RI Melchias Markus Mekeng menilai anggaran pendidikan 20 persen seharusnya tidak digunakan untuk pendidikan kedinasan, melainkan sepenuhnya untuk pendidikan dasar, menengah, dan tinggi.

Ia memaparkan, pada tahun 2025 anggaran pendidikan mencapai Rp724 triliun, dengan porsi Rp91,4 triliun untuk 64 juta peserta didik di pendidikan dasar, menengah, dan tinggi. Sementara itu, anggaran pendidikan kedinasan mencapai Rp104 triliun untuk 13 ribu peserta.

“Apa ini adil? 64 juta orang, hanya dikasih Rp91,4 triliun, (sedangkan) 13 ribu orang, anggaran kedinasan Rp104 triliun,” katanya.

Ketua Dewan Setara Institute, Hendardi, juga menilai pembagian tersebut tidak adil. Ia menekankan, undang-undang melarang pembiayaan pendidikan kedinasan diambil dari alokasi 20 persen anggaran pendidikan.

“Apalagi menurut undang-undang, pembiayaan pendidikan kedinasan tidak boleh mengambil anggaran pendidikan 20 persen itu,” tuturnya.

Hendardi mencontohkan TNI dan Polri yang membiayai pendidikan kedinasan secara mandiri melalui anggaran institusi, tanpa mengambil dari porsi 20 persen tersebut. “Itu yang harus dilakukan. Jadi, jangan seolah-olah ada yang mendapatkan privilege, sudah mendapatkan sekolah, kemudian juga tempat bekerja. Ini tidak adil,” ujarnya.

Menurutnya, penggunaan anggaran pendidikan kedinasan dari porsi 20 persen dapat dikategorikan sebagai pelanggaran hukum. Karena itu, wajar jika ada masyarakat yang mengajukan gugatan terkait distribusi dana pendidikan. {}