Berita Golkar – Capaian anggaran yang nyaris sempurna bukan berarti tanpa catatan. Dalam Rapat Kerja Komisi X DPR RI bersama Menteri Kebudayaan Fadli Zon, pujian memang dilayangkan atas realisasi anggaran tahun 2024 yang mencapai 94,59% serta keberhasilan mempertahankan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Namun, ada pesan penting yang juga ditegaskan, bahwa budaya bukan hanya soal angka.
Dipimpin Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian, rapat yang berlangsung di Gedung DPR, Senayan, Kamis (17/7/2025), juga menjadi panggung evaluasi terhadap arah dan dampak kebijakan kebudayaan.
“Komitmen menjaga keberagaman budaya Indonesia harus diiringi dengan transformasi kelembagaan dan distribusi program yang merata. Kami mendorong agar Kementerian Kebudayaan memperkuat kerja sama dengan pemerintah daerah, komunitas seni, dan pelaku budaya lokal agar kebijakan kebudayaan tak hanya berhenti di pusat, tetapi hidup dan berkembang di akar rumput,” ujar Hetifah, dikutip dari RRI.
Pernyataan itu menjadi penegasan bahwa pelestarian budaya tak bisa hanya dilihat dari kacamata pelaporan keuangan yang rapi, tapi juga seberapa jauh program budaya menjangkau masyarakat, khususnya di wilayah-wilayah yang menjadi penopang identitas nasional.
Dalam rapat itu pula, Komisi X memberi catatan penting tentang perlunya percepatan penataan kelembagaan, terutama menyangkut pelaporan keuangan dan pengelolaan aset pasca pemisahan Kementerian Kebudayaan dari Kemendikbudristek. Catatan ini penting agar transisi kelembagaan tidak menyisakan celah dalam tata kelola.
Ke depan, Komisi X mendorong agar program-program kebudayaan di tahun 2025 diarahkan secara strategis untuk meningkatkan Indeks Pembangunan Kebudayaan (IPK). Generasi muda disebut sebagai target utama, dengan pendekatan yang lebih edukatif, interaktif, dan memanfaatkan kanal digital.
Tak hanya itu, Hetifah mengingatkan peran kebudayaan sebagai pondasi yang tak tergantikan dalam pembangunan karakter bangsa dan penguatan ekonomi kreatif.
“Kebudayaan bukan hanya warisan, tapi juga masa depan. Ia harus menjadi fondasi dalam membangun karakter bangsa sekaligus sumber kekuatan ekonomi kreatif nasional,” tegas politisi dari Kalimantan Timur itu.
Rapat kerja tersebut menjadi cerminan harapan bahwa birokrasi kebudayaan yang efektif tak cukup berhenti di laporan keuangan, melainkan juga harus menjelma menjadi denyut hidup di tengah masyarakat. {}