Hetifah Minta Rencana Pemberlakuan Kembali Penjurusan di SMA Dikaji Secara Mendalam

Berita Golkar – Ketua Komisi X DPR Hetifah Sjaifudian menilai rencana pemberlakuan kembali sistem penjurusan di jenjang SMA perlu dikaji secara matang dan menyeluruh. Sebab, kebijakan ini bakal memiliki implikasi yang luas.

“Baik terhadap proses pembelajaran, kesiapan infrastruktur, maupun pengembangan potensi peserta didik,” kata Hetifah saat dihubungi, Minggu (13/4/2025), dikutip dari MetroTVNews.

Komisi X DPR mendorong Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) melakukan evaluasi berbasis data serta menyampaikan kajian akademik dan empiris mengenai urgensi dan efektivitas penjurusan sejak kelas X.

“Salah satu perhatian utama kami adalah pada aspek perkembangan peserta didik. Di usia SMA, khususnya di kelas X, siswa masih berada dalam masa eksplorasi minat dan bakat,” tegas Hetifah.

Dia berpendapat memberikan penjurusan terlalu dini dikhawatirkan akan membatasi ruang belajar mereka. Sekaligus, memaksa pilihan yang belum tentu sesuai dengan potensi jangka panjang.

Hal ini juga berpotensi bertentangan dengan semangat Kurikulum Merdeka yang selama ini mendorong fleksibilitas dan pemilihan mata pelajaran sesuai minat siswa. Pada tahun ajaran 2022, kata dia, sudah sekitar 50 persen satuan pendidikan menerapkan Kurikulum Merdeka.

Pada tahun ajaran 2024, tingkat penerapan Kurikulum Merdeka sudah mencapai 90-95 persen untuk SD, SMP, dan SMA/SMK.

“Namun, kebijakannya justru akan berbalik pada kebijakan untuk pemberlakuan kembali penjurusan di SMA oleh menteri yang baru,” kata dia.

Kebijakan pendidikan nasional diminta konsisten

Ia menyoroti pentingnya konsistensi arah kebijakan pendidikan nasional. Perubahan yang terlalu cepat tanpa jeda transisi yang memadai, akan membingungkan satuan pendidikan dan melemahkan proses implementasi di lapangan.

“Perlu dipastikan kesiapan infrastruktur pendidikan, termasuk ketersediaan guru mapel spesifik, sarana penunjang, serta kesiapan sekolah-sekolah di daerah, apabila sistem penjurusan ini diterapkan kembali,” lanjut politikus Golkar itu.

Menurut dia, keterlibatan berbagai pemangku kepentingan, terutama guru, kepala sekolah, orangtua, dan siswa, sangat penting dalam menyikapi kebijakan ini. Pemerintah perlu membuka ruang partisipasi publik untuk menghimpun aspirasi dari berbagai daerah agar kebijakan yang diambil tidak bersifat top-down dan lebih mencerminkan kebutuhan nyata di lapangan.

Hetifah mengusulkan pendekatan bertahap dalam pelaksanaan penjurusan. Misalnya, melalui masa orientasi lintas bidang studi di semester awal sebelum penentuan jurusan. Penjurusan pun sebaiknya berbasis pada asesmen minat dan bakat, bukan sekadar pada nilai akademik.

“Dengan demikian, kebijakan pendidikan akan lebih inklusif, adaptif, dan berpihak pada masa depan generasi muda Indonesia,” ungkapnya. {}