Hetifah Nilai Alokasi APBN Rp. 660 Triliun Untuk Pendidikan Relatif Kecil

Berita Golkar – Sebesar 20 persen Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Nasional disiapkan untuk pendidikan. Angkanya sekitar Rp660,8 triliun jika merujuk dari kemendikbud.go.id. Dengan target Indonesia Emas 2045, tentunya pendidikan memiliki peran krusial.

Hetifah Sjaifudian sempat menyinggung hal tersebut. Menurutnya, dari jumlah 20 persen itu hanya 15 persen yang difungsikan untuk pendidikan. Angka tersebut masih kecil dibandingkan dengan kebutuhan yang diperlukan. “Ini yang kemudian membuat biaya pendidikan itu tinggi,” ujarnya.

Pada pertemuan “Penguatan Mutu Pendidikan” di Swiss-Bell Hotel, Samarinda, Minggu (28/7/2024), Hetifah memaparkan perihal mutu pendidikan yang ditunjang tidak hanya dari pengeluaran tapi juga dari kualitasnya. “Pendidikan itu ada tujuannya, maka standar itu penting,” lanjutnya.

Dengan alokasi dana sebesar Rp600 triliun secara nasional, fokusnya kemudian adalah bagaimana menjamin pendidikan yang bermutu. Salah satunya melalui akreditasi Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Pendidikan Dasar, dan Menengah (Dasmen).

“Akreditasi penting untuk menghilangkan ketidakmerataan di desa maupun kota, hingga gender,” jelas Wakil Ketua Komisi X DPR-RI itu.

Puluhan orang hadir dalam pertemuan itu, dengan seksama mendengarkan satu per satu penjelasan mengenai Penguatan Mutu Pendidikan Melalui Akreditasi PAUD Dasmen di Kalimantan Timur.

Tidak hanya dari Hetifah, ada pula penjelasan dari Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan, Anindito Aditomo. Pada paparannya, Kurikulum Merdeka memiliki kelebihan yang mendukung pemulihan dari krisis belajar.

“Pertama, fokus pada materi esensial. Kedua, pembelajaran berbasis proyek untuk mengembangkan soft skill dan karakter. Ketiga, fleksibilitas,” jelasnya.

Pada pertemuan selanjutnya, Hetifah mengharapkan bahwa Kalimantan Timur, khususnya Samarinda, dapat menjadi pionir nasional mengenai peran mutu pendidikan. Dalam arti, perlu implikasi yang optimal perihal akreditasi jenjang pendidikan secara merata.

“Karena kalau tidak diakreditasi, masyarakat kehilangan kepercayaan dan malah ragu,” demikian Hetifah. {sumber}