Berita Golkar – Wakil Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengantisipasi dampak yang mungkin timbul usai dibolehkannya kampanye di lembaga pendidikan. KPU, menurutnya, harus menyusun aturan untuk mencegah terjadinya konflik di antara para orangtua siswa di lingkungan pendidikan, sebagai ekses yang mungkin timbul, bila kampanye diperbolehkan.
“Kalau politik praktis masuk ke sekolah (non kampus), perlu dibuat aturan di PKPU-nya untuk menghindari konflik-konflik di lembaga pendidikan,” kata Hetifah kepada Kompas.com, Kamis (24/8/2023).
Di sisi lain, ia juga berharap agar peraturan KPU yang nantinya dibuat dapat mengatur soal pendidikan politik di lingkungan sekolah, terutama mengenai pengenalan caleg kepada siswa.
“Untuk pengenalan caleg diperbolehkan, tapi bagaimana atributisasinya bisa dibatasi,” nilai politikus Partai Golkar ini. Sebelumnya, MK mengizinkan peserta pemilu berkampanye di fasilitas pemerintah dan pendidikan selama tidak menggunakan atribut kampanye. Hal ini termuat dalam Putusan MK Nomor 65/PUU-XXI/2023 yang dibacakan pada Selasa (15/8/2023).
Dalam perkara itu, dua orang pemohon, Handrey Mantiri dan Ong Yenni, menilai ada inkonsistensi aturan terkait aturan itu dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Larangan kampanye di tempat ibadah, tempat pendidikan, dan fasilitas pemerintah tercantum tanpa syarat dalam Pasal 280 ayat (1) huruf h.
Namun, pada bagian Penjelasan, tercantum kelonggaran yang berbunyi, “Fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan dapat digunakan jika peserta pemilu hadir tanpa atribut kampanye pemilu atas undangan dari pihak penanggung jawab fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan”. {sumber}