Berita Golkar – Wacana gelar Pahlawan Nasional bagi Presiden ke-2, Soeharto, kembali muncul. Kali ini disampaikan Ketua MPR Bambang Soesatyo (Bamsoet). Ia menilai, tidak ada yang salah jika Soeharto diberi gelar Pahlawan Nasional. Usulan ini pun memunculkan pro-kontra.
Usulan itu disampaikan Bamsoet saat Silaturahmi Kebangsaan MPR dengan keluarga Soeharto di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Sabtu (28/9/2024).
Mulanya, Bamsoet menyampaikan jasa-jasa Soeharto patut dihormati. Menurutnya, Soeharto telah berusaha mengabdikan diri sebaik-baiknya dalam menjalankan tugas sebagai Presiden.
“Beliau berjasa besar dalam mengantarkan Bangsa Indonesia beranjak dari negara miskin menjadi negara berkembang,” kata Bamsoet.
Dengan pertimbangan tersebut, lanjut dia, Soeharto sepatutnya diberi gelar pahlawan nasional. Selain itu, Bamsoet mengatakan, Pasal 4 Ketetapan MPR Nomor 11 Tahun 1998, telah dilaksanakan keutuhannya.
“Tak berlebihan sekiranya mantan Presiden Soeharto dipertimbangkan Pemerintah yang akan datang dan Pemerintah untuk mendapatkan gelar Pahlawan Nasional,” ujarnya.
Sebelumnya, Ketetapan (TAP) MPR Nomor 11 Tahun 1998 tentang perintah untuk menyelenggarakan negara yang bersih tanpa korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) resmi dicabut. TAP ini juga berkaitan dengan Presiden Soeharto.
Ketua Fraksi Partai Golkar MPR, Mohamad Idris Laena menjelaskan, fraksinya telah mengusulkan ke pimpinan MPR terkait pemberian gelar Pahlawan Nasional bagi Soeharto. “Masalah Pak Harto sudah selesai secara hukum. Karena itu, kami mengharapkan gelar pahlawan,” ujarnya dikutip dari Rakyat Merdeka, Minggu (29/9/2024).
Namun, Kepala Badan Sejarah Indonesia PDIP, Bonnie Triyana tidak sependapat dengan usulan tersebut. Menurut dia, Soeharto tidak memenuhi syarat mendapatkan gelar Pahlawan Nasional. “Saya melihat Pak Harto tokoh sejarah, tokoh bangsa, tapi bukan pahlawan,” ujar Bonnie.
Membahas topik ini lebih lanjut, berikut wawancara selengkapnya dengan Mohamad Idris Laena.
Apa yang mendasari Fraksi Golkar MPR mengusulkan pemberian gelar pahlawan nasional kepada mantan Presiden Soeharto?
Pak Harto sudah beberapa kali diajukan untuk menjadi pahlawan nasional. Secara kriteria, hampir semua terpenuhi. Jasanya terhadap bangsa ini luar biasa.
Apakah sesuai aturan?
Beliau sudah sesuai kriteria, sesuai Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2019 yang mengatur tentang pemberian gelar dan tanda jasa.
Selama ini, beliau terkendala TAP MPR Nomor 11 Tahun 1998 tentang penyelenggaraan negara bebas korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Fraksi Partai Golkar meminta MPR untuk mengkaji ulang mengenai hal ini.
Apa yang akan dikaji ulang?
Penyelanggaraan negara bebas KKN itu, tidak berlaku bagi seseorang. Namun, berlaku bagi seluruh rakyat Indonesia. Tetapi, dalam Pasal 4 TAP MPR itu, disebutkan secara eksplisit nama Presiden ke-2 Soeharto.
Tidak patut dalam satu regulasi atau norma yang mengatur satu negara Indonesia, tetapi menjatuhkan nama Presiden Soeharto.
Bagaimana tentang rekam jejak Soeharto yang diketahui banyak orang?
Pak Harto telah melakukan kewajibannya secara hukum. Sudah melewati proses hukum sesuai perundang-undangan.
Bahkan, Jaksa Agung waktu itu sudah menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan Perkara (SKP3) yang menyatakan, persoalan Pak Harto itu sudah selesai. Apalagi, beliau sudah meninggal.
Usulan ini sudah sampai secara resmi ke pimpinan MPR ya…
Surat sudah kami sampaikan ke pimpinan MPR. Kemudian, pimpinan MPR melalui rapat gabungan, rapat paripurna MPR telah menyetujui menjawab surat Fraksi Partai Golkar itu.
Apalagi, ini momentum rekonsiliasi nasional. Kemarin, TAP MPR Bung Karno pun sudah dikasih. Juga sudah dikasih ke keluarga Gus Dur. Pak Harto pun sudah selesai.
Artinya, menurut Fraksi Partai Golkar, Soeharto sudah layak mendapatkan gelar pahlawan nasional?
Sudah sangat layak. Kami mempelajari, berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2019, sangat layak. Memang, selama ini terkendala adanya TAP MPR Nomor 11 itu.
Kepala Badan Sejarah Indonesia PDIP Bonnie Triyana menilai, Soeharto tidak layak mendapatkan gelar pahlawan nasional. Ada tanggapan soal ini?
Penilaian itu tidak bisa parsial, tidak boleh orang yang menentukan. Kita harus mengacu kepada perundang-undangan yang berlaku. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2019 sudah mengatur semua kriterianya. Itu semua sudah cukup untuk Pak Harto. Jadi, tidak bisa norma itu ditentukan oleh perorangan.
Bagi Fraksi Partai Golkar, kalau Bung Karno, Gus Dur sudah, ya tidak ada salahnya kita melakukan rekonsiliasi nasional dan Pak Harto juga diberikan gelar yang sama. {}