DPP  

Idrus Marham Ajak Masyarakat Hormati Gelar Pahlawan Nasional Untuk Soeharto: Sudahi Perdebatan!

Berita GolkarPresiden RI Prabowo Subianto sudah resmi menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden RI ke-2 HM. Soeharto. Penganugerahan dilaksanakan dalam Upacara Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional di Istana Negara, Jakarta Pusat, Senin (10/11/2025). Selain Soeharto, pemerintah juga menganugerahkan gelar yang sama kepada sembilan tokoh lainnya.

Dalam upacara tersebut, Sekretaris Militer Presiden, Brigadir Jenderal Wahyu Yudhayana, membacakan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 116/TK/Tahun 2025 tentang Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional. Keppres itu menegaskan bahwa Soeharto dinilai memenuhi kriteria perjuangan, pengabdian, serta jasa yang luar biasa bagi negara.

Penganugerahan gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto langsung memicu perdebatan publik. Respons beragam bermunculan dari para tokoh politik, termasuk dari Partai Golkar dan mantan Menko Polhukam Mahfud MD.

Wakil Ketua Umum DPP Partai Golkar, Idrus Marham menegaskan pentingnya menghormati Keppres Nomor 116/TK/Tahun 2025 tentang Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional. Menurut Idrus, keputusan itu tidak seharusnya ditanggapi dengan emosi – dendam politik yang dapat memecah belah masyarakat.

“Keputusan Presiden sudah keluar dan menetapkan Pak Soeharto sebagai Pahlawan Nasional. Mari kita hormati kebijakan ini dan fokus pada bagaimana program-program pembangunan kita laksanakan bersama,” ujar Idrus.

Ia mengingatkan bahwa Indonesia adalah bangsa majemuk yang besar membutuhkan stabilitas. Perdebatan yang sarat kebencian, menurut Idrus, hanya akan merusak kohesifitas sosial masyarakat.

“Kalau kita merespons kebijakan ini hanya dengan ketidaksukaan, kebencian atau kepentingan politik, tentu masing-masing pihak hanya akan mengedepankan narasi yang menjadi pembenaran terhadap keinginannya. Jangan larut dalam perdebatan yang tidak membangun, bahkan merusak kesatuan dan persatuan. Kita ini sesama anak bangsa, satu keluarga besar yang menjadi penghuni dan pemilik Rumah Besar Indonesia. Mari kita semua bersama merawat Rumah Besar ini atas dasar nilai-nilai kekeluargaan, kegotong royongan dan kebersamaan,” tegas Idrus.

Idrus menegaskan setiap presiden sebagai manusia memiliki kelebihan dan kekurangan, termasuk Soeharto. Ia mendorong publik untuk belajar dari catatan sejarah dan menatap ke depan.

“Kekurangan Pak Harto jangan kita lanjutkan, kelebihannya mari kita teruskan. Begitu pula Bung Karno, BJ Habibie, Gus Dur, Megawaty, SBY dan Jokowi, semua manusia tidak ada yang paripurna,” ujarnya.

Ia juga menyinggung perlunya ruang maaf dan evaluasi rasional. “Ada institusi pertobatan dan ada institusi pemaafan. Kita sebagai anak bangsa harus melihat persoalan ini dengan hati jernih,” katanya.

Pandangan lain disampaikan Mahfud MD. Ia menilai bahwa kritik politik kepada Soeharto sah-sah saja, tetapi penilaian hukum tidak boleh diabaikan.

“Kalau dulu kita menjatuhkan Pak Harto karena KKN, apa kita tidak merasa berdosa sekarang? Sekarang KKN lebih banyak. Lebih banyak, lebih banyak,” kata Mahfud.

Menurut Mahfud, praktik korupsi hari ini justru jauh lebih meluas dibandingkan era Orde Baru. “Dulu yang korupsi Golkar saja. Sekarang semua partai ada. Saya hafal partainya,” ujarnya.

Mahfud menegaskan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 mengatur 13 syarat seseorang dapat memperoleh gelar Pahlawan Nasional. “Secara hukum, Pak Harto memenuhi syarat. Kalau bicara kesalahan presiden, semua presiden punya kesalahan,” tegasnya.

Penetapan gelar pahlawan bagi Soeharto memunculkan respons keras dari sebagian aktivis HAM dan kelompok pro-demokrasi. Namun pemerintah, Partai Golkar, dan sejumlah tokoh lainnya meminta agar perbedaan pendapat disampaikan secara konstruktif.

Idrus menegaskan bahwa momentum ini sebaiknya dijadikan kesempatan untuk mengevaluasi perjalanan reformasi dan memperbaiki kekurangan.

“Mari kita evaluasi dengan kepala dingin. Fokus kita adalah masa depan Indonesia, bukan pertentangan yang tak berujung,” pungkasnya.

Leave a Reply