Berita Golkar – Keputusan Bahlil Lahadalia menghentikan ekspor ore nikel pada 2019 saat menjadi Menteri Investasi/Kepala BKPM merupakan salah satu kebijakan paling berani dalam sejarah industri pertambangan Indonesia.
Kebijakan ini sempat mengguncang industri global dan memicu kemarahan Uni Eropa, tetapi akhirnya membuktikan manfaat besar bagi ekonomi nasional.
Menurut Rizal Calvary Marimbo, Tenaga Ahli Menteri ESDM RI dan Komite Investasi BKPM RI 2019-2023, kebijakan ini diambil dalam situasi yang tidak mudah. Saat itu, para pengekspor sedang menikmati lonjakan harga nikel dan “berpesta pora”. Keputusan Bahlil pun langsung menuai protes besar, termasuk dari kalangan pengusaha dalam negeri.
“Jagat pertambangan dan pernikelan heboh. Tidak ada yang memuji kebijakan itu, apalagi dari pihak asing. Semua mengecam. Demonstrasi berlangsung hampir setiap hari di kantor BKPM, bahkan yang berdemo sebagian adalah teman-teman sesama pengusaha Menteri Bahlil sendiri,” ujar Rizal dalam keterangannya, Minggu (23/3/2025).
Namun, meskipun ditekan dari berbagai sisi, Bahlil tetap teguh. Tepat pada pukul 00.00 WIB, 1 Januari 2020, ia mengeluarkan ultimatum bahwa tidak boleh ada sebutir pun bijih nikel yang keluar dari Indonesia.
Akibatnya, kapal-kapal bermuatan jutaan ton ore nikel yang sudah berlayar dari perairan Sulawesi dan Maluku terpaksa terombang-ambing di tengah laut. Uni Eropa pun meradang karena banyak pabrik pengolahan nikel mereka terancam tutup.
“Apa Menteri Bahlil oleng? Tidak sedikit pun. Didukung penuh oleh Presiden Jokowi, Menteri Bahlil justru menantang Uni Eropa di berbagai forum internasional, termasuk di World Economic Forum di Davos, Swiss,” tambah Rizal.
Menurut Rizal, Bahlil menjelaskan bahwa kebijakan ini bertujuan untuk mendorong hilirisasi industri nikel dalam negeri. Bijih nikel yang sebelumnya diekspor mentah harus diolah menjadi produk bernilai tambah, seperti baterai dan komponen mobil listrik.
Hasilnya luar biasa. Hanya dalam dua tahun, ekspor dari hilirisasi nikel melonjak dari 3 miliar dolar AS menjadi 33 miliar dolar AS. Pendapatan negara meningkat drastis, sementara investasi asing pun mengalir deras ke sektor industri hilir.
“Kisah penyetopan ekspor ore nikel ini memang berbuah manis bagi negara, tetapi tidak bagi Menteri Bahlil sendiri,” ungkap Rizal.
Pasalnya, kebijakan ini juga menghentikan ekspor bijih nikel milik perusahaannya sendiri. Baru setelah dihubungi karyawannya, Bahlil menyadari bahwa ribuan ton nikel miliknya terhenti di tengah laut. Namun, Bahlil tidak menyesali keputusannya.
“Saat meneken suatu dokumen, saya selalu menutup nama perusahaan dan pemiliknya agar tidak terjadi konflik kepentingan. Tahu-tahu kena punya sendiri. Tidak boleh pandang bulu. Ini prinsip supaya kepala seorang menteri tegak berdiri,” ujar Bahlil seperti ditirukan Rizal.
Menurut Rizal, kisah integritas semacam ini sering kali tidak diketahui oleh para pengkritik Bahlil.
“Apalagi mereka yang termakan propaganda manusia-manusia serakah yang tak suka dengan kebijakan Menteri Bahlil yang bertujuan mengambil lebih banyak manfaat sumber daya alam bagi rakyat, sesuai Pasal 33 UUD 1945,” pungkas Rizal.
Keputusan yang awalnya dianggap kontroversial kini terbukti membawa manfaat besar bagi Indonesia. Keberanian dan keteguhan prinsip Bahlil dalam menghadapi tekanan dunia telah menjadi contoh bagaimana kepentingan nasional harus diutamakan di atas kepentingan pribadi maupun kelompok. {}