Berita Golkar – Kota Palu belum terlalu sibuk. Tapi di ruang-ruang tertutup, di balik meja-meja bundar dan percakapan kecil yang tidak dicatat, mesin politik Partai Golkar Sulawesi Tengah mulai menghangat.
Musyawarah Daerah tinggal menunggu waktu. Satu yang ditunggu: kedatangan Ketua Umum DPP Partai Golkar, Bahlil Lahadalia.
Baru setelah itu, arah politik Golkar Sulteng akan lebih terang—atau justru makin kabur oleh kompromi dan tarik-ulur di belakang layar.
“Pak Ketum ingin hadir langsung. Kita tunggu waktu lowongnya,” kata Muhlis Aca, Ketua DPD II Partai Golkar Kota Palu, saat dihubungi, Rabu (7/5/2025), dikutip dari MediaAlkhairaat.
Di permukaan, semua masih tenang. Belum ada yang mendeklarasikan pencalonan. Tapi diamnya para kandidat justru menandakan satu hal: pertarungan ini serius. “Semua masih tiarap,” ujar Muhlis, tersenyum.
Nama-nama besar mulai disebut, meski pelan dan hanya di lingkar dalam. Dari barat hingga timur Sulawesi Tengah, dua nama terus bergema: Imelda Liliana Muhidin dan Mohamad Irwan Lapatta.
Imelda sudah lama di partai. Sepuluh tahun menjadi Bendahara DPD I Partai Golkar bukan hal kecil. Dan baru beberapa bulan lalu, ia resmi mendampingi Hadianto Rasyid sebagai Wakil Wali Kota Palu. Karier politiknya menanjak stabil—tanpa banyak drama, tanpa banyak guncangan.
Tapi kekuatan Imelda bukan hanya soal jabatan. Ia membawa nama besar sang ayah, Muhidin M. Said, kader senior Partai Golkar, politisi yang disegani, dan masih menjadi referensi banyak kader muda hingga kini.
“Dia punya semua syarat untuk memimpin,” kata seorang kader dari Buol. “Jaringan, sumber daya, dan pengaruh di akar rumput.”
Di sisi lain, Irwan Lapatta tak kalah kuat. Mantan Bupati Sigi dua periode ini dikenal sebagai politisi tangguh di lapangan. Ia Ketua DPD Kosgoro Sulteng—salah satu ormas pendiri Golkar—dan menjadi magnet baru bagi kalangan muda partai.
Irwan punya satu keunggulan besar: basis politik yang solid di daerah. Khususnya di Sigi dan wilayah sekitarnya, dukungan terhadapnya disebut-sebut tak tergoyahkan. Ia mungkin bukan simbol elite partai di Palu, tapi di daerah, ia punya kekuatan yang sulit diabaikan.
“Kalau soal loyalitas kader di bawah, Irwan punya napas panjang,” kata seorang pengurus DPD II.
Nama Arus Abdul Karim, ketua saat ini, dipastikan tak masuk bursa. Ia sudah menjabat dua periode. Aturan partai jelas membatasi itu. Kecuali, tentu saja, jika Ketua Umum mengeluarkan diskresi. Tapi sejauh ini, belum ada tanda-tanda ke arah sana.
“Kalau ada diskresi, itu wewenang penuh Ketua Umum,” kata Muhlis Aca.
“Tapi sampai sekarang, belum ada sinyal.”
Arus mungkin akan undur diri dari gelanggang, tapi ia meninggalkan jejak yang signifikan. Di bawah kepemimpinannya, Partai Golkar Sulteng sempat kehilangan kursi Ketua DPRD ke NasDem, tapi berhasil merebutnya kembali pada Pemilu 2024.
Pencapaian lainnya adalah meraih kembali pimpinan di daerah di kabupaten/kota. Di antaranya, Wakil Wali Kota Palu, Bupati Sigi, Bupati Parimo, Wakil Bupati di Poso, Wakil Bupati di Morowali dan Bupati di Tojo Unauna.
Kemudian, Banggai dan Bangkep dan Banggai Laut, semua diraih kader Partai Golkar. Sebuah pencapaian yang tak bisa diabaikan.
Musda nanti akan mempertemukan 24 pemilik suara. Mereka datang dari 13 DPD II se-Sulteng, pengurus pusat, dewan penasihat, organisasi pendiri, serta sayap partai seperti AMPG, KPPG, AMPI, MDI, dan lainnya.
Siapa pun yang bisa mengunci suara mayoritas dari mereka, akan menjadi nahkoda baru Golkar Sulteng.
Dan meski belum ada deklarasi resmi, manuver sudah dimulai. Telepon-telepon politik berbunyi. Agenda-agenda informal mulai digelar. Peta kekuatan disusun dalam diam.
Seperti biasa dalam Partai Golkar: yang berbicara keras sering bukan yang memutuskan. Tapi yang tahu kapan harus diam—dan kapan harus bergerak.
Entah Imelda, entah Irwan. Siapa pun yang naik, ia tak hanya akan mengurus partai. Ia akan menakhodai Golkar menghadapi Pemilu 2029 dan mungkin menentukan arah koalisi politik di daerah. Pertarungan belum dimulai. Tapi arah angin sudah terasa. {}