Berita Golkar – Anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi Partai Golkar, Juliyatmono, mendukung penuh kebijakan Pemerintah Indonesia yang melakukan Memorandum of Understanding (MoU) ekspor listrik berbasis Energi Baru Terbarukan (EBT) ke Singapura. Kebijakan ini dinilai sebagai langkah strategis yang sejalan dengan komitmen Indonesia dalam transisi energi dan pembangunan berkelanjutan.
“Kebijakan ekspor listrik EBT dengan skema barter investasi pembangunan kawasan industri hijau di Batam merupakan terobosan brilian. Ini menunjukkan kepemimpinan Indonesia dalam diplomasi energi sekaligus menarik investasi bernilai strategis,” tegas mantan Bupati Karanganyar dua periode tersebut kepada Golkarpedia.
Menurut data Kementerian ESDM (2025), proyek tersebut mencapai nilai investasi sekitar USD 10 miliar. Kerja sama ini mencakup ekspor listrik dengan kapasitas 2 GW pada tahap pertama, kapasitas akan ditingkatkan bertahap hingga 4 GW pada 2030.
Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, Indonesia akan membangun PLTS dengan kapasitas 12 GW dan sistem penyimpanan energi (BESS) 20 GWh. Data International Renewable Energy Agency (IRENA, 2025) menunjukkan proyek ini akan menempatkan Indonesia sebagai produsen energi surya terbesar ketiga di ASEAN.
Juliyatmono menekankan dampak multidimensi dari kerja sama ini. “Selain menyumbang devisa sekitar USD 3-4 miliar per tahun, proyek ini akan menciptakan 400.000 lapangan kerja baru di sektor manufaktur, konstruksi, dan operasi PLTS,” ujarnya. Data Badan Pusat Statistik (BPS) memproyeksikan proyek ini dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi Kepri sebesar 2,5% pada 2026.
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia dalam konferensi pers (15/6/2025) menjelaskan, kawasan industri Batam akan dikembangkan sebagai hub industri hijau berstandar internasional. “Lokasi strategis di BBK (Batam, Bintan, Karimun) dipilih untuk efisiensi logistik dan integrasi dengan pasar Singapura,” jelas Bahlil. Pembangunan kawasan ini akan menerapkan teknologi carbon capture dan sistem energi terbarukan 24 jam.
Politikus Golkar asal Jawa Tengah itu juga mengapresiasi aspek keberlanjutan dalam MoU. “Syarat penerapan carbon capture and storage (CCS) menunjukkan komitmen Indonesia pada pembangunan rendah karbon,” katanya. Laporan Kementerian Lingkungan Hidup (2025) menyebutkan teknologi CCS dapat mengurangi emisi CO2 hingga 1,8 juta ton per tahun dari kawasan industri BBK.
Juliyatmono menutup dengan seruan untuk dukungan semua pihak. “Kebijakan ini harus menjadi momentum percepatan transisi energi nasional. Kami mendorong penyederhanaan perizinan dan insentif fiskal untuk menarik lebih banyak investasi EBT,” pungkasnya. World Bank (2025) dalam laporan terbarunya menilai Indonesia berpotensi menjadi pemain utama energi hijau global jika konsisten dengan reformasi kebijakan energi.