Berita Golkar – Panitia Khusus (Pansus) DPRD Provinsi Riau tentang Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Pajak dan Retribusi Daerah Provinsi Riau akselerasi penyelesaian Ranperda pajak dan retribusi daerah. Hingga saat ini, pansus masih menunggu Organisasi Perangkat Daerah (OPD) menetapkan tarif retribusi.
Ketua Pansus Karmila Sari mengatakan, besaran tarif retribusi tersebut nantinya akan dilampirkan ke dalam Ranperda untuk ditetapkan sebagai Perda. Sebelumnya, Pansus bersama OPD terkait telah menggelar rapat finalisasi.
Setelah selesai pembahasan, Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Riau sebagai leading sector seluruh OPD mengumpulkan tarif retribusi yang telah ditetapkan jenisnya pada saat rapat pembahasan.
“Seperti BLUD, bahkan hingga update tarif BPJS dari dinas kesehatan. Lampiran besaran retribusi itulah yang masih ditunggu Pansus sampai saat ini,” kata Karmila, dikutip Pajak.com, Senin (25/9).
Ia mengungkapkan bahwa daerah memiliki batas waktu sampai 5 Januari 2024 untuk menyelesaikan penyusunan Ranperda. Jika sampai batas waktu yang ditentukan tersebut pemerintah daerah (Pemda) dan DPRD belum mengesahkan Ranperda, maka Pemda bakal kesulitan menarik retribusi dan pajak lantaran tidak memiliki payung hukum yang sah.
“Jika belum selesai, daerah tidak diperbolehkan memungut lantaran dasar hukumnya tidak ada. Artinya akan ada penumpukan ini nanti di Kemendagri (Kementerian Dalam Negeri),” tegas Karmila.
Anggota DPRD dari Fraksi Partai Golkar tersebut mengemukakan, tugas Pansus DPRD Riau tidak hanya melihat secara keseluruhan, tetapi juga meneliti tarif-tarif pajak dan retribusi yang sudah ditetapkan pemerintah Riau terutama retribusi tiap-tiap OPD. “Sebenarnya ini langkah yang sudah dilakukan langsung oleh OPD terkait, Bapenda,” tegas Karmila.
Karmila menambahkan, Ranperda ini merupakan turunan dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (UU HKPD). Beleid itu mengamanatkan bahwa penyelesaian Ranperda diwajibkan rampung dua tahun setelah UU ini terbit.
Adapun pokok-pokok kebijakan pajak dan retribusi tersebut yaitu merestrukturisasi pajak daerah, merasionalisasi retribusi daerah, serta pengenaan opsen. Karmila menyebut, kebijakan pengenaan opsen ditujukan untuk meningkatkan sinergi dan kolaborasi antara provinsi dan kabupaten/kota dalam pemungutan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), opsen Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB), dan opsen Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB).
“Pengenaan opsen dilakukan dengan catatan tidak menambah beban maksimum yang dapat ditanggung Wajib Pajak pada saat berlakunya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah,” pungkasnya. {sumber}