Berita Golkar – Ketua Umum DPP Majelis Dakwah Islamiyah (MDI), KH. Choirul Anam, menegaskan perlunya kajian ulang terhadap Surat Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri yang selama ini mengatur kerukunan antar umat beragama.
Hal itu ia sampaikan dalam Seri Diskusi VIII Balitbang DPP Partai Golkar bertema “Astacita VIII, memperkuat penyelarasan kehidupan yang harmonis dengan lingkungan, alam dan budaya, serta peningkatan toleransi antarumat beragama untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur” yang berlangsung di Gedung Sudharmono, DPP Partai Golkar.
Sebagai Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) di daerah, Kyai Choirul menilai isu kerukunan merupakan hal yang sangat fundamental dalam menjaga kebhinekaan bangsa. Ia mengingatkan bahwa konsep tri kerukunan yang pernah diperkenalkan Menteri Agama era Orde Baru, Alamsyah Ratu Prawiranegara, masih relevan hingga kini.
“Masalah kerukunan ini dulu mulai bergulir ketika Menteri Agama Pak Alamsyah Ratu Prawiranegara. Kita kenal di era beliau dulu ada tri kerukunan, yakni kerukunan umat seagama, antar umat beragama, dan umat beragama dengan pemerintah,” ungkapnya.
Menurut Kyai Choirul, lahirnya Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri tahun 2006 menjadi tonggak penting, namun perlu dikaji ulang agar lebih adil dan implementatif.
“Ada tiga hal yang harus diperbaiki. Pertama, tugas dan wewenang pemerintah daerah dalam menjaga kerukunan umat beragama. Kedua, revitalisasi serta peranan Forum Kerukunan Umat Beragama. Ketiga, masalah pendirian rumah ibadah,” jelas KH. Choirul Anam yang juga menjabat sebagai Sekretaris Bidang Keagamaan dan Kerohanian DPP Partai Golkar ini.
Ia menyoroti sejumlah kelemahan aturan tersebut, khususnya terkait pendirian rumah ibadah yang kerap menimbulkan polemik.
“Dalam persoalan ini saya ingin menyoroti beberapa hal, pertama adalah tidak adanya FKUB di tingkat nasional. Kemudian hal yang sering jadi polemik adalah proses pendirian rumah ibadah. Kalau kita kaji, aturan ini bikin repot semua umat beragama,” katanya.
Kyai Choirul memberi contoh, kelompok minoritas kerap mengalami kesulitan membangun rumah ibadah di daerah mayoritas agama tertentu. Pun dengan Islam yang seringkali mengalami kesulitan membangun rumah ibadah di wilayah yang mayoritas berbeda agama.
“Yang Kristen, Katolik, Hindu sulit mendirikan rumah ibadah di Jawa yang Islam menjadi mayoritas. Sementara kita Islam sulit mendirikan rumah ibadah di Bali, Nusa Tenggara. Saya kira ini perlu dikaji supaya tidak merepotkan semua umat beragama. Jangan sampai umat beragama sulit beribadah terbentur sarana beribadah akibat peraturan seperti ini,” tegasnya.
Di akhir pernyataannya, Kyai Choirul mendorong Balitbang Partai Golkar untuk memainkan peran strategis dalam memberikan solusi. “Saya kira, Balitbang DPP Partai Golkar ini bisa melakukan kajian secara mendalam mengenai solusi seperti apa yang bisa kita sampaikan kepada pemerintah terkait persoalan ini,” pungkasnya.