Khotibi Achyar Harap Kamus Dialek Betawi Jadi Khazanah Baru Perkenalkan Budaya Warga Jakarta

Berita Golkar – Anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi Partai Golkar Khotibi Achyar berharap, Kamus Dialek Betawi setebal 532 halaman dan Kamus Ungkapan dan Peribahasa Betawi setebal 166 halaman menjadi khazanah baru memperkenalkan kehidupan warga Betawi.

“Harapan ini berkenanaan dengan makin banyaknya dialek yang berkembang selama 333 tahun lebh perjalanan Kota Jakarta,” ujar Anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi Partai Golkar Khotibi Achyar dalam keterangannya.

Diketahui, di era kepemimpinan Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo, tepatnya tanggal 23 Juli 2009, menjelang Peringatan HUT Kemerdekaan RI ke-64 Tahun 2009, terdapat tiga kamus.

Yakni Dialek Jakarta, Kamus Ungkapan, dan Peribahasa Betawi (karya Abdul Chaer). Peluncuran ketiga kamus berlangsung di Balai Agung, Balai Kota DKI Jakarta, Jl. Medan Merdeka Slatan, Jakarta Pusat.

Menurut Wakil rakyat yang akrab dengan sapaan Haji Beceng (singkatan dari Betawi Cengkareng), Kamus Ungkapan dan Dialek Betawi diterbitkan pada tahun 1974. Itu berarti sudah 45 tahun silam.

“Jadi, kamus yang diluncurkan pada era kepemimpinan Bang Foke (panggilan akrab Fauzi Bowo) adalah edisi revisi dari terbitan sebelumnya. Yaitu, setelah Abdul Chaer yang juga putra Betawi asli itu melakukan observasi langsung ke daerah pinggiran Bogor dan Bekasi,” kata dia.

Saat peluncuran kamus tersebut, Abdul Chaer pernah mengatakan, banyak menemukan kata-kata baru. Sehingga, dalam kamus tersebut terdapat 1.000 entri kosa kata baru yang ditambahkan.

Dalam kesempatan itu, Fauzi Bowo mengaku merasa senang karena penambahan 1.000 entri kosa kata baru dalam kamus yang diluncurkan itu menandakan terdapat peningkatan keperdulian terhadap kebudayaan Betawi. Foke juga merasa gembira karena Dialek Jakarta atau Dialek Betawi menjadi trademark di ibukota.

Kosa kata baru yang masuk itu antara lain ‘mateleur’ yang artinya ‘senapan mesin’, lalu ’mbaplang’; yang artinya ‘bentuk telinga yang lebar, ‘neg’ yang bisa dijelaskan sebagai perasaan mual.

Lalu, ‘incing-incing’ yang artinya berlari-lari kecil tanpa alas kaki atau ’bluwek’ yang artinya lusuh. ‘Aermata darah’ yang artinya sangat sedih, Cekiber Ngorag Puun yang artinya pekerjaan yang sangat tidak berarti.

Gaji tinggal amplop kosong, artinya menerima gaji habis untuk membayar utang atau pinjaman. Jadi ‘Bumi Rate’ artinya meninggal atau ‘radio dengkul’ yang artinya berita bohong. Kamus tersebut rencananya akan dijual seharga Rp130 ribu, tapi saat peluncuran kedua kamus tersebut bisa dibeli seharga Rp84 ribu.

Namun, seiring pesat perkembangan zaman dan perkembangan teknlogi modern dan semakin minimnya minat baca masyarakat karena lebih suka membaca online, boleh dikata, Kamus Dialek Jakarta atau Dialek Betawi yang pernah dijadikan trademark di ibukota itu terancam tinggal kenangan. {sumber}