Kisah ‘The Smiling General’ Soeharto Pernah Tolak Jadi Presiden: Silahkan Tunjuk Yang Lain!

Berita Golkar – Jenderal Besar TNI (Purn.) H. M. Soeharto, adalah salah satu tokoh paling berpengaruh dalam sejarah Indonesia, dengan kisah perjalanan yang luar biasa dalam mencapai posisi sebagai Presiden RI.

Soeharto adalah figur yang tak terlupakan dalam sejarah politik Indonesia. Menjabat sebagai Presiden ke 2 Indonesia dari tahun 1967 hingga 1998, ia menggantikan Soekarno dan memimpin Indonesia melalui periode yang penuh dengan tantangan dan perubahan.

Dalam kancah internasional, Soeharto sering disebut dengan sebutan populer The Smiling General atau Sang Jenderal yang Tersenyum karena senyumnya yang ramah selalu menghiasi wajahnya saat berbicara. Namun, di balik senyum Soeharto, terdapat kontroversi yang membuatnya juga disebut sebagai pemimpin otoriter oleh sebagian orang yang berseberangan dengannya.

Sebelum memasuki dunia politik sebagai presiden, Soeharto adalah seorang pemimpin militer yang memiliki pengalaman panjang dalam sejarah Indonesia. Ia pernah berdinas dalam masa pemerintahan Hindia Belanda dan Kekaisaran Jepang, dengan pangkat tertingginya saat itu sebagai Mayor Jenderal. Namun, puncak perjalanan kariernya datang setelah peristiwa Gerakan 30 September 1965.

Gerakan 30 September merupakan peristiwa penting yang mengguncang Indonesia. Soeharto, atas perintah dari Presiden Soekarno, memimpin operasi penertiban dan pengamanan untuk menstabilkan situasi. Salah satu langkah yang paling kontroversial adalah tindakan keras terhadap anggota Gerakan 30 September dan deklarasi Partai Komunis Indonesia (PKI) sebagai organisasi terlarang.

Selama masa berkuasanya, Soeharto telah meninggalkan jejak yang kuat dalam sejarah Indonesia, baik dalam hal pembangunan ekonomi maupun dalam hal kontroversi politik. Sebagai pemimpin yang memimpin Indonesia selama tiga dekade, warisannya tetap menjadi bagian yang penting dalam perjalanan negara ini.

Namun, tak banyak yang tahu jika pada awalnya, Soeharto tidak pernah merencanakan untuk menjadi presiden. Dalam pernyataannya, ia dengan tegas menyatakan bahwa dia tidak siap dan tidak mempersiapkan diri untuk menjadi pemimpin negara.

“Wong saya itu apa namanya apalagi mempersiapkan memikir untuk menjadi presiden ya tidak gitu loh karena saya tidak mempersiapkan diri dan saya tidak punya kemampuan, silahkan nunjuk orang lain saja,” kata Soeharto dikutip Hops.ID dari YouTube Golkar 2024 yang tayang pada 30 Juli 2023.

Namun, pada saat yang bersamaan, semua partai politik pada masa itu melihat Soeharto sebagai tokoh yang sangat berpengaruh. Soeharto mengakui bahwa 9 partai politik pada saat itu sangat bergantung pada dirinya.

“Sembilan partai pada waktu itu adalah untuk apa namanya ya siapa lagi kalau tidak anu apa namanya saya,” ujar Soeharto.

Pada tahun 1968, sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS), pada akhirnya mengangkat Soeharto menjadi presiden penuh tanpa wakil presiden.

“Itu adalah ada riwayatnya itu tahunan 68 itu datang sidang MPRS lagi nanti akhirnya saya diangkat untuk menjadi presiden penuh tanpa apa namanya tanpa wakil presiden dan merencanakan pembangunan lima tahun pertama kali kita tentukan tahun 1968 sebagai pejabat sudah diperintahkan untuk melaksanakan pemilihan umum 1968,” tandasnya.

Setelah menjadi presiden, Soeharto memulai perjalanannya untuk merancang dan melaksanakan pembangunan 5 tahun pertama. Ini adalah periode penting dalam sejarah Indonesia, entah bagaimana caranya, negara mengalami pertumbuhan ekonomi yang pesat dan kemajuan dalam berbagai bidang.

Soeharto, yang awalnya merasa tidak siap, akhirnya menjadi salah satu pemimpin yang paling berpengaruh dalam sejarah Indonesia. Kisah perjalanan politiknya mengajarkan kita tentang bagaimana kekuatan dan pengaruh seorang pemimpin dapat membentuk masa depan sebuah negara. Selama masa kepresidenannya, Soeharto menghadapi banyak tantangan dan kritik, tetapi ia juga membawa perubahan positif yang signifikan bagi Indonesia. {sumber}