DPP  

Komunikasi Gaya Spartan ala Bahlilian

Berita Golkar – Melihat gaya komunikasi politik Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, kami membayangkan bagaimana masyarakat Spartan pada masa Yunani Kuno membangun pola komunikasi mereka: lugas, tegas, tanpa basa-basi, Selasa (17/6/2025).

Dalam konteks ini, kami menyebut gaya komunikasi Bahlil sebagai “Bahlilian,” yakni gaya komunikasi yang langsung ke pokok masalah, blak-blakan, dan minim ornamen retorika.

Bangsa Spartan dikenal dengan gaya komunikasi yang disebut Laconism, berbicara singkat namun tajam. Contoh yang sering dikutip adalah ketika Raja Philip II dari Makedonia mengirim pesan ancaman:

“Jika aku menyerang Laconia, aku akan menghancurkan kalian.”

Spartan hanya menjawab dengan satu kata: “Jika.”

Jawaban ini mengandung kekuatan psikologis yang luar biasa tanpa perlu panjang lebar, tapi pesannya sangat kuat.

Di kala Bahlil menyoroti peningkatan kemampuan, etos kerja dari tenaga kerja di Indonesia harus dilakukan. Banyak pejabat mungkin memilih menjelaskan panjang lebar dengan data teknis dan alasan diplomatik. Bahlil justru menjawab lugas:

“Jangan minum kopinya lebih lama dari pada kerjanya. Kita itu kadang-kadang persoalannya, salat 30 menit, makannya 20 menit, barang itu jadi 2 jam.”

Pernyataan seperti ini, meskipun terkesan sederhana, justru efektif menggeser fokus pada kesadaran pragmatis bagi masyarakat.

Hal ini serupa ketika ia dikritik karena memberikan statement pembangunan industri hilirisasi nikel yang lebih sering melibatkan banyak tenaga kerja asing, Bahlil tetap dengan gaya Spartan-nya:

“Tetapi orang melakukan investasi ini bukan uang satu dua triliun, melainkan puluhan triliun bahkan ratusan triliun di awalnya. Dorong masuk untuk melakukan percepatan.”

Ini adalah pernyataan yang ‘berani’ di tengah arus besar kritik, namun menjadi cermin bagaimana gaya Bahlilian tetap konsisten: menegaskan sikap tanpa basa-basi.

Gaya Bahlilian ini dapat dikaitkan dengan teori “Low-Context Communication” (Edward T Hall) yang menekankan pentingnya pesan eksplisit, transparan, dan langsung.

Dalam budaya komunikasi low-context, apa yang dikatakan adalah apa yang dimaksud, tidak memerlukan interpretasi terselubung.

Bahlil menempatkan dirinya dalam spektrum ini, berbeda dengan gaya komunikasi politisi Indonesia kebanyakan yang sering kali high-context penuh kode, tersirat, dan cenderung menghindari pernyataan frontal.

Di Indonesia, gaya komunikasi Bahlil mirip dengan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) sama-sama blak-blakan dan tidak takut untuk membuat pernyataan yang konfrontatif.

Namun bedanya, Bahlil cenderung mengemas pernyataan dengan logika bisnis dan nasionalisme ekonomi, sedangkan Ahok sering berangkat dari perspektif moral pelayanan publik.

Dalam politik global, gaya seperti Donald Trump juga mirip dalam hal direct communication, tetapi Bahlil tidak memakai provokasi populis, melainkan lebih pada simplifikasi teknokratis.

Gaya Bahlilian memberi warna tersendiri dalam komunikasi politik Indonesia yang cenderung retoris dan basa-basi.

Namun, gaya ini memerlukan kewaspadaan: apa yang sederhana diucapkan, belum tentu sederhana dampaknya. Dalam era demokrasi digital, komunikasi Spartan seperti ini mudah viral, tetapi juga mudah disalahartikan.

Gaya komunikasi Bahlil harus menjadi refleksi bagi semua pejabat publik. Bahwa komunikasi politik hari ini bukan tentang siapa yang paling lantang, tetapi siapa yang paling didengar, dipahami, dan dipercaya.

Jika Bahlil ingin tetap relevan dan berpengaruh dalam dinamika politik nasional ke depan, ia harus mampu mengadopsi strategi komunikasi yang lebih dialogis, responsif, dan akuntabel dengan gaya komunikasi bahlilian-nya.

Komunikasi politik bukan soal siapa yang menguasai panggung, tetapi soal siapa yang berhasil menyentuh hati publik melalui emosi dan nalar publik. {}

Oleh: Ken Bimo Sultoni (Dosen Fisip Universitas Negeri Surabaya, Peneliti Sygma Research and Consulting)

Leave a Reply