Berita Golkar – Badan Legislasi (Baleg) DPR mendorong agar revisi Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat dapat segera dibahas bersama Pemerintah untuk dapat disahkan menjadi undang-undang.
Pengesahan undang-undang yang membawahi para pengacara ini sangat penting lantaran dunia advokat di Indonesia saat ini menunjukkan kondisi yang makin memprihatinkan dan mengalami degradasi profesionalisme.
“Saat ini, kita melihat banyak advokat yang tidak memiliki kompetensi memadai, bahkan banyak lulusan sarjana hukum abal-abal yang langsung berpraktik sebagai advokat tanpa pemahaman yang kuat terhadap hukum dan etika profesi,” tegas Abraham dalam keterangannya, di Jakarta, Sabtu (8/2/2025), dikutip dari Herald.
Parahnya lagi, sambung politisi muda Fraksi Partai Golkar DPR ini, ada orang yang sama sekali tidak memiliki latar belakang advokat, tetapi membuka firma hukum (law firm) dan menawarkan jasa hukum secara terbuka di media sosial.
“Padahal sesuai prinsip officium nobile, advokat tidak diperbolehkan menawarkan diri, atau melakukan promosi jasa hukum,” bilang Abraham.
Lebih lanjut, Abraham menyatakan sangat khawatir dengan kualitas advokat di dalam negeri yan semakin terancam. Dia lalu menyoroti kelemahan dalam sistem organisasi advokat saat ini, di mana advokat yang terkena pelanggaran etik, masih dapat dengan mudah pindah organisasi dan tetap menjalankan praktik hukum.
“Ini mengkhawatirkan, karena seharusnya ada standar etik dan mekanisme pengawasan yang lebih ketat untuk memastikan advokat yang berintegritas,” tegas politisi beringin daerah pemilihan DKI Jakarta 3 ini ini.
Abraham menegaskan, sejatinya Undang-Undang Advokat merupakan payung hukum profesi dalam menjalankan tugasnya. Dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Advokat dengan lugas menyebutkan bahwa advokat wajib menjalankan profesinya dengan menjunjung tinggi martabat dan kehormatan profesi serta mematuhi kode etik.
Sementara di Pasal 5 ayat (1) huruf c Undang-Undang Advokat secara tegas melarang advokat untuk melakukan iklan atau promosi jasa hukum secara terbuka, sebagaimana diatur juga dalam Kode Etik Advokat Indonesia.
“Namun, dengan semakin maraknya pelanggaran terhadap aturan ini, perlu ada penguatan regulasi dan mekanisme sanksi yang lebih efektif,” lugasnya.
Untuk itu, dia berharap agar Undang-Undang Advokat ini dapat segera dituntaskan mengingat urgensinya undang-undang ini.
“Jika kita membiarkan kondisi ini terus berlanjut, kualitas advokat di Indonesia akan semakin menurun, kepercayaan masyarakat terhadap profesi ini akan hilang, dan akhirnya sistem hukum kita yang akan dirugikan. Oleh karena itu, revisi Undang-Undang Advokat harus segera dibahas dalam Prolegnas agar kita bisa mengembalikan marwah profesi advokat sebagai sebuah officium nobile,” tegas Abraham.
Abraham menambahkan, Baleg DPR harus memberikan atensi penuh terhadap revisi Undang-Undang Advokat ini.
“Bukan hanya sebagai penyempurnaan regulasi, tetapi juga sebagai langkah strategis untuk memastikan bahwa hanya advokat yang benar-benar kompeten dan berintegritas yang dapat menjalankan profesi ini di Indonesia,” pungkasnya. {}