Berita Golkar – Anggota Komisi IV DPR RI Firman Subagyo mengatakan lahan-lahan pertanian yang ada saat ini mengalami penurunan kesuburan akibat kejenuhan penggunaan pupuk anorganik. Pemakaiannya yang berlebihan di atas takaran rekomendasi yang digunakan sudah mulai memberikan dampak negatif terhadap lingkungan. Seperti menurunnya kandungan bahan organik tanah, rentannya tanah terhadap erosi, menurunnya permeabilitas tanah, menurunnya populasi mikroba.
“Oleh karena itu solusi untuk mengembalikan pH dan kesuburan tanah terhadap lahan-lahan kita saat ini yakni bagaimana mau tidak mau, pergeseran dari pupuk anorganik ke pupuk organik menjadi salah satu keniscayaan yang tidak bisa kita pungkiri guna memberikan hasil pertanian yang lebih baik,” jelasnya usai mengikuti Kunjungan Kerja Reses Komisi IV DPR RI, Kota Palembang, Sumatera Selatan, Senin (29/4/2024).
Firman menjelaskan, pupuk organik menjadi salah satu kebutuhan pasalnya penggunaan pupuk organik merupakan salah satu solusi untuk memenuhi kebutuhan unsur hara yang dibutuhkan oleh tanah serta menjaga agar struktur tanah dan kelembaban tanah bisa dipertahankan.
“Pada prinsipnya penggunaan pupuk organik harus yang berkualitas, jangan sampai kecolongan seperti dahulu menggunakan pupuk organik, contohnya yakni petroganik dimana hasil dari pada pertanian tidak maksimal sehingga tidak memberikan jalan keluar dari persoalan yang ada akan tetapi malah menghambur-hamburkan uang negara untuk membeli pupuk yang kurang kualitasnya,” terangnya.
Di sisi lain, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menetapkan alokasi pupuk bersubsidi menjadi 9,55 juta ton pada tahun 2024. Kuota pupuk bersubsidi itu bertambah dari alokasi awal 4,7 juta ton. Penambahan tersebut tertuang dalam Keputusan Menteri Pertanian Nomor 249 Tahun 2024 tentang Penetapan Alokasi dan Harga Eceran Tertinggi Pupuk Bersubsidi Sektor Pertanian Tahun Anggaran 2024.
Alokasi subsidi sebanyak 9,55 juta ton tersebut ditujukan kepada tiga jenis pupuk yaitu Urea, NPK, dan yang baru adalah pupuk organik. Dengan adanya penambahan kuota diharapkan ada pendataan untuk petani, karena sampai saat ini, jika ditanyakan distribusi daripada pupuk bersubsidi masih banyak persoalan memang betul, masih ada distribusi yang tidak tepat sasaran.
Karena banyak sistem yang masih digunakan ketika memakai kartu tani, dimana posisi banyak orang yang sudah tiada lahan sudah dijual, kartu tani masih dipegang sehingga itu menjadi persoalan serius, hal tersebut perlu dilakukan evaluasi.
“Mudah- mudahan dengan menggunakan sistem melalui T-Pubers ke aplikasi iPubersyang dilakukan oleh Pupuk Indonesia bisa memperbaiki sistem pendistribusian. Jangan sampai ada kebijakan yang tumpang tindih kalau memang kebijakan itu hanya cukup dengan KTP, yah KTP saja jangan ada dualisme. Pemerintah harus tegas kalau memang KTP yah KTP saja kalo memang kartu tani mau di hapus batalkan saja supaya masyarakat tidak dibingungkan,” jelas Legislator Dapil Jawa Tengah III.
Seperti diketahui secara rinci pembagian pupuk, alokasi pupuk urea ditetapkan sebesar 4.634.626 ton, pupuk NPK sebesar 4.415.374 ton termasuk pupuk NPK Formula Khusus, dan pupuk organik sebesar 500.000 ton. Kepmentan 249/2024 juga menetapkan bahwa pupuk bersubsidi diperuntukkan bagi petani yang melakukan usaha tani subsektor tanaman pangan (padi, jagung, dan kedelai), hortikultura (cabai, bawang merah, dan bawang putih), dan/atau perkebunan (tebu rakyat, kakao, dan kopi) dengan luas lahan yang diusahakan maksimal 2 hektar.
Bagi petani yang ingin mendapatkan alokasi pupuk bersubsidi telah diatur pula dalam Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 01 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Permentan Nomor 10 Tahun 20 tentang Tata Cara Penetapan Alokasi dan Harga Eceran Tertinggi Pupuk Bersubsidi Sektor Pertanian. Pada pasal 3 ayat 5 beleid itu ditetapkan bahwa petani yang mendapatkan pupuk bersubsidi harus tergabung dalam Kelompok Tani dan terdaftar dalam elektronik rencana definitif kebutuhan kelompok (e-RDKK). {sumber}