Layak Jadi Pahlawan, Sarmuji Tekankan Perbedaan Pandangan Tak Bisa Hapus Jasa Besar Soeharto bagi Bangsa

Berita GolkarSekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Golkar, M Sarmuji menyambut usulan terkait Presiden kedua RI Soeharto masuk jajaran 40 tokoh yang diusulkan mendapat gelar pahlawan nasional. Sarmuji memahami bila terjadi perbedaan pendapat terkait hal tersebut.

“Perdebatan soal pemberian gelar pahlawan kepada Pak Harto tentu wajar. Setiap tokoh besar pasti memiliki sisi yang menuai pro dan kontra,” kata Sarmuji melalui keterangan tertulis, Selasa (21/10/2025), dikutip dari MetroTVnews.

Sarmuji mengatakan perbedaan pandangan tidak seharusnya meniadakan fakta sejarah tentang jasa besar Soeharto bagi bangsa Indonesia. Menurut dia, Soeharto telah memberikan banyak jasa ke bangsa.

“Namun, perbedaan pandangan itu tidak bisa menghapus kenyataan bahwa Pak Harto memiliki jasa besar bagi bangsa ini,” ujar Sarmuji.

Ketua Fraksi Partai Golkar DPR itu menilai generasi muda saat ini tidak dapat membayangkan kondisi ekonomi Indonesia sebelum Soeharto memimpin. Kepemimpinan Soeharto membawa perubahan besar dalam waktu relatif singkat.

“Situasi itu berubah drastis. Indonesia bukan hanya keluar dari krisis pangan, tetapi juga sempat mencapai swasembada yang membanggakan,” ujar Sarmuji.

Sarmuji menuturkan bahwa Partai Golkar sejak lama menilai Soeharto layak mendapat gelar Pahlawan Nasional. Pemerintah diharapkan dapat mengabulkan permohonan pemberian gelar pahlawan nasional tersebut.

“Pengakuan negara terhadap jasa Pak Harto bukan semata bentuk penghormatan, tetapi juga pelajaran bagi generasi penerus tentang arti kepemimpinan yang bekerja nyata,” kata Sarmuji.

Sebelumnya, Ketua Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan (GTK), Fadli Zon, resmi menerima surat usulan penerima gelar pahlawan nasional dari Menteri Sosial Saifullah Yusuf. Setidaknya ada 40 nama calon pahlawan nasional yang diserahkan.

Dalam daftar itu, terdapat sejumlah nama besar yang mencuri perhatian publik. Di antaranya Presiden kedua RI Soeharto, Presiden keempat RI Abdurrahman Wahid (Gus Dur), serta aktivis buruh asal Nganjuk Marsinah. {}