Berita Golkar – Pemetaan yang dilakukan Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) yang memasukkan Aceh dalam kategori rawan konflik di Pilkada serentak 2024 ditanggapi oleh Anggota DPR RI dari Aceh, Samsul Bahri Tiyong.
Ia mengaku sependapat dengan hasil pemetaan tersebut, terlebih melihat berbagai peristiwa teror dan intimidasi yang terjadi selama tiga bulan terakhir.
Dimulai dari teror bom di rumah calon gubernur Aceh nomor urut 1, Bustami Hamzah pada 2 September 2024, lalu intimidasi dan perusakan di rumah tim RKB Aceh Tamiang pada 19 Oktober 2024.
Masih di tanggal 19 Oktober 2024 juga dilakukan perusakan terhadap kebun cabai milik relawan Bustami di Makmur, Bireuen, dan pada 2 November terjadi penembakan di posko tim pemenangan di Pidie Jaya.
Kemudian pada tanggal 10 November 2024 terjadi ancaman pembunuhan terhadap sekretaris Rumah Kita Bersama (RKB) Aceh Tamiang, dan terakhir penembakan mobil tim sukses di Kabupaten Pidie pada 14 November 2024.
“Berbagai peristiwa teror dan ancaman itu bisa saja terulang kembali ke depan. Karena itu kita sepakat dengan Gubernur Lemhanas yang memasukkan Pilkada Aceh dalam kategori rawan konflik,” ujar Tiyong, dikutip dari Serambi News.
Tiyong menyampaikan, Pilkada Aceh tahun ini berbeda dengan pilkada-pilkada sebelumnya, karena hanya diisi oleh dua pasangan calon gubernur.
Hal ini membuat potensi gesekan berpeluang besar terjadi, apalagi di kedua kubu sama-sama terdapat mantan kombatan Gerakan Aceh Merdeka (GAM).
Karena itu, jika kondisi ini tidak disikapi secara serius, Tiyong khawatir ada pihak-pihak tertentu yang memanfaatkan situasi Aceh saat ini untuk menganggu perdamaian yang sudah lama terwujud.
Atas dasar itu, Tiyong meminta Kapolri bisa melakukan penambahan pasukan ke Aceh. Penambahan pasukan ini tidak hanya untuk pengawalan tempat pemungutan suara, tetapi juga pengawalan lingkungan masyarakat.
“Pilkada ini kan pesta demokrasi, bukan pesta intimidasi,” imbuh Tiyong.
“Karena itu saya berharap Kapolri bisa menambah pasukan ke Aceh, bersinergi dengan TNI,” tambahnya.
Menurut Anggota DPR RI ini, penambahan pasukan ini tidak perlu dilakukan di semua kabupaten/kota, tetapi khusus di daerah-daerah yang dianggap rawan saja.
Antara lain seperti Kabupaten Aceh Besar, Bireuen, Pidie, Pidie Jaya, Aceh Utara, Lhokseumawe, Aceh Timur, Aceh Selatan, Aceh Tamiang, Aceh Jaya, dan Aceh Barat Daya.
Sebelumnya, Gubernur Lemhannas Ace Hasan Syadzily memetakan tingkat kerawanan di daerah menjelang pemungutan suara Pilkada Serentak pada 27 November 2024.
Ace mengatakan, berdasarkan data dari Bawaslu, BSSN, Badan Intelijen Strategis (Bais) TNI, hingga Polri, masih ada provinsi yang rentan jelang pilkada. “Khususnya di wilayah Aceh dan empat provinsi di Papua serta di tingkat kabupaten/kota,” tutur Ace.
“Kondisi ini dapat melahirkan konflik vertikal maupun horizontal di masyarakat,” tambahnya.
KPUD Sumber Konflik
Sementara itu, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengatakan, sebagian besar sumber konflik pilkada berasal dari ketidaknetralan Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) atau di Aceh disebut Komisi Independen Pemilihan (KIP).
Tito mengungkap ada calon kepala daerah yang sudah menaruh orang sejak awal di KPUD. Hal itu dilakukan untuk mempengaruhi penyelenggaraan pemilu.
“Mohon maaf, hampir 50-60 persen persoalannya, awalnya dari KPU. Bukan KPU pusat ya, KPUD. Karena masang anggota KPU komisioner,” kata Tito pada Rakor Kesiapsiagaan dan Kelancaran Pelaksanaan Pilkada Serentak 2024 di Jakarta, Rabu (13/11/2024).
Tito mengatakan pemilihan anggota KPUD sudah mirip pemilihan kepala daerah. Masing-masing calon berlomba menempatkan orang mereka. Selain itu, kata Tito, hal itu juga terjadi dalam pemilihan anggota Bawaslu daerah.
Dia mengatakan ketidaknetralan penyelenggara menjadi pemicu konflik di daerah. “Bagaimana mau netral? Kalau enggak netral, aparat keamanan hanya dapat limpahan cuci piring saja,” ujarnya.
Dia meminta para penegak hukum tegas terhadap urusan netralitas penyelenggara. Tito juga berharap aparat keamanan bisa memetakan potensi konflik di daerah menjelang pilkada. {}