MBG Berlanjut di Masa Libur, Singgih Januratmoko Tegaskan Hak Gizi Anak Tak Bisa Ditunda

Berita Golkar – Wakil Ketua Komisi VIII DPR Singgih Januratmoko menyampaikan dukungan penuh terhadap kebijakan Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) yang memastikan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) tetap berjalan selama masa libur sekolah.

Kebijakan tersebut dinilai sebagai langkah strategis dalam menjaga keberlanjutan pemenuhan gizi anak, khususnya peserta didik di bawah naungan Kementerian Agama, seperti madrasah dan satuan pendidikan keagamaan, termasuk pesantren.

Menurut Singgih, masa libur sekolah justru menjadi periode yang rawan terjadi penurunan asupan gizi, terutama bagi anak-anak dari keluarga yang rentan secara ekonomi.

Karena itu, penyediaan menu MBG berupa satu paket siap santap dari dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) serta dua paket MBG kemasan yang dapat dibawa pulang—berisi roti, telur, susu, dan buah sesuai angka kecukupan gizi—merupakan bentuk kehadiran negara yang patut diapresiasi.

“Keberlanjutan MBG selama libur sekolah adalah bukti bahwa negara tidak boleh libur dalam melindungi hak dasar anak, termasuk hak atas pangan dan gizi yang layak. Ini sejalan dengan amanat konstitusi dan komitmen nasional menyiapkan generasi unggul menuju Indonesia Emas 2045,” tegas Singgih, dikutip dari RakyatMerdeka.

Ia menambahkan, berbagai data menunjukkan bahwa persoalan gizi masih menjadi tantangan serius di tingkat nasional. Meski prevalensi stunting anak Indonesia menunjukkan tren penurunan dalam beberapa tahun terakhir, angkanya masih memerlukan intervensi berkelanjutan dan terintegrasi.

Berdasarkan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2024, prevalensi stunting nasional tercatat sebesar 19,8 persen. Angka tersebut menunjukkan perlunya upaya lebih keras untuk mencapai target nasional tahun 2025 sebesar 18,8 persen, sekaligus mengatasi persoalan gizi lainnya seperti gizi buruk (severe wasting) dan kekurangan gizi kronis, terutama di provinsi dengan kasus tinggi seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.

Dalam konteks tersebut, Singgih menekankan pentingnya akselerasi implementasi MBG di madrasah dan pesantren.

Komisi VIII DPR yang membidangi urusan agama, sosial, dan pemberdayaan masyarakat memandang pesantren sebagai ekosistem strategis dalam pembinaan generasi bangsa.

Dengan jumlah santri yang mencapai jutaan dan sebagian besar tinggal di asrama, pesantren memiliki kebutuhan gizi yang spesifik dan berkelanjutan.

“Pesantren bukan hanya pusat pendidikan keagamaan, tetapi juga pusat pembentukan karakter dan sumber daya manusia. Program MBG harus dirancang adaptif untuk pesantren, baik dari sisi menu, sistem distribusi, maupun pengelolaan dapur sehat berbasis pesantren,” ujarnya.

Berdasarkan data Kementerian Agama RI tahun 2025, terdapat lebih dari 42.391 pesantren dengan jumlah santri sekitar 4,3 juta orang di seluruh Indonesia.

Lingkungan pesantren dengan sistem asrama dan pengelolaan konsumsi terpusat dinilai sebagai lokus yang sangat tepat dan strategis untuk implementasi program gizi berkelanjutan.

Untuk memperkuat pelaksanaan MBG, khususnya di lingkungan madrasah dan pesantren, Legislator Partai Golkar dari Dapil Jawa Tengah V ini mendorong adanya sinergi dan integrasi data antara Kementerian Kesehatan, BGN, dan Kementerian Agama.

Integrasi data tersebut diperlukan untuk memetakan secara akurat penerima MBG, termasuk jumlah santri, kondisi dapur, serta kebutuhan gizi spesifik, sehingga penyaluran program dapat lebih tepat sasaran.

Singgih juga menilai perlunya model penyaluran MBG yang lebih adaptif sesuai dengan kultur dan kapasitas pesantren.

Selain paket MBG kemasan, ia menyarankan pengembangan dapur pesantren dengan pendampingan ahli gizi, penguatan rantai pasok pangan, pemanfaatan bahan pangan lokal, serta edukasi gizi bagi pengelola dapur.

Dukungan terhadap keberlanjutan MBG di lingkungan pendidikan Kementerian Agama dan akselerasinya di pesantren, lanjut Singgih, bukan sekadar program bantuan sosial.

Program ini merupakan manifestasi tanggung jawab negara dalam melindungi dan memenuhi hak anak atas kesehatan dan pendidikan yang berkualitas.

Dengan kolaborasi semua pihak, program ini akan berkontribusi besar dalam mewujudkan generasi Indonesia yang lebih sehat, cerdas, dan berakhlak mulia.

“Kami di Komisi VIII akan terus mengawal agar anggaran dan pelaksanaan MBG tepat sasaran. Semangatnya satu: tidak boleh ada anak atau santri yang tertinggal dalam mendapatkan akses gizi berkualitas,” pungkasnya. {}