Mendukbangga Wihaji: 71 Ribu Perempuan Pilih Childfree, Tantangan Baru Keluarga di Era Digital

Berita GolkarMenteri Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (Mendukbangga) Wihaji menyoroti fenomena childfree dan pengaruh gadget yang kini disebutnya sebagai “keluarga baru”. Menurut Wihaji, dua hal ini merupakan tantangan baru dalam kehidupan berkeluarga di era modern.

“Ternyata cukup menantang berbicara soal keluarga. Di hulunya ada persoalan stunting, dan setelah itu terselamatkan, muncul lagi tantangan baru: pola asuh dan fenomena childfree. Berdasarkan sejumlah pemberitaan, ada sekitar 71 ribu perempuan yang ingin menikah tapi memilih untuk tidak memiliki anak,” ujar Wihaji dalam program Jejak Pradana di detikcom, Kamis (9/10/2025).

Untuk menjawab fenomena tersebut, Wihaji menyebut pemerintah telah meluncurkan program Taman Asuh Sayang Anak (Tamasya). Program ini hadir untuk merespons keresahan generasi muda terhadap kehidupan berkeluarga.

“Program Tamasya menjadi jawaban atas kecemasan generasi sekarang yang takut menikah atau memiliki anak. Ada yang khawatir soal ekonomi, kemampuan mengasuh, bahkan faktor biologis. Sebagai menteri, saya berkewajiban memberikan solusi agar masyarakat tidak kehilangan harapan,” jelasnya, dikutip dari Detik.

Wihaji menegaskan bahwa setiap bentuk kecemasan merupakan bagian dari siklus kehidupan, dan setiap masalah pasti ada jalan keluarnya. “Jangan takut menghadapi hidup. Kalau soal ekonomi atau biologis, insyaallah selalu ada solusi. Pemerintah harus hadir memberi jalan keluar, dan Tamasya menjadi salah satu bentuk kehadiran itu,” tuturnya.

Selain isu childfree, Wihaji juga menyoroti perubahan pola asuh akibat dominasi gadget dalam kehidupan keluarga. Ia menyebut fenomena ini melahirkan generasi yang mengalami “fatherless” atau kehilangan figur ayah, meski secara fisik masih memiliki orang tua.

“Sekitar 20,9 persen anak Indonesia mengalami fatherless. Salah satu penyebabnya adalah gadget. Rata-rata orang Indonesia memegang ponsel hingga 7,8 jam per hari. Akibatnya, komunikasi di rumah lebih banyak terjadi dengan gadget dibanding dengan anggota keluarga,” ungkapnya.

Lebih lanjut, Wihaji menyebut sekitar 34 persen anak Indonesia merasa kesepian karena berkurangnya interaksi emosional dalam keluarga. “Teknologi memang mempermudah, tapi juga menciptakan kehampaan. Banyak anak yang kesepian karena orang tuanya lebih sibuk dengan ponsel. Ini menjadi PR besar kita semua,” pungkasnya. {}

Leave a Reply