Berita Golkar – Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Indonesia, Wihaji menyoroti fenomena percepatan pubertas anak Indonesia dalam satu dekade terakhir. Menurutya, hal tersebut perlu perhatian serius terhadap kesehatan reproduksi serta kesiapan mental orang tua mendampingi.
“Dulu anak perempuan mulai menstruasi di usia SMP, kini banyak yang sudah mengalaminya sejak kelas tiga SD. Kondisi ini menunjukkan adanya percepatan biologis yang perlu diimbangi dengan edukasi reproduksi sejak dini,” ujar Wihaji dalam acara Talkshow Kesehatan Reproduksi “Menjadi Sahabat Bagi Istri dan Anak: Peran Ayah Pada Masa Menjelang Menopause dan Pubertas” di ruang auditorium Gedung BKKBN, Jakarta, Kamis (16/10/25).
Ia mengatakan, perubahan pola menstruasi dini dapat memicu risiko kesehatan reproduksi, gangguan hormonal, hingga tekanan psikologis pada anak. Menurutnya, keterbukaan komunikasi antara orang tua dan anak menjadi kunci agar remaja tidak salah memahami perubahan tubuhnya.
“Orang tua perlu menjelaskan bahwa perubahan biologis adalah hal wajar dan harus dijaga kesehatannya. Jika tidak disertai pemahaman yang benar, anak bisa mengalami kebingungan bahkan rasa malu terhadap tubuhnya,” katanya, menjelaskan, dikutip dari RRI.
Kemendukbangga, lanjut dia, berfokus pada peningkatan kesadaran perilaku keluarga untuk menjaga kesehatan reproduksi anak. Menurutnya, pembentukan perilaku sehat dimulai dari keluarga yang terbuka, edukatif, dan memahami kebutuhan mental anak.
“Kementerian kami mengurusi perilaku keluarga, karena 99,9 persen perilaku manusia dipengaruhi oleh mental. Itulah sebabnya kami membutuhkan peran psikolog dalam mendampingi keluarga menghadapi perubahan reproduksi anak,” kata Wihaji.
Sementara itu, Psikolog Irfan Aulia mengatakan, edukasi reproduksi anak mencakup kesehatan fisik, kesiapan emosional, serta pentingnya rasa aman anak. Ia menekankan, pentingnya peran ayah dan ibu dalam memberikan penjelasan yang sesuai usia anak agar tidak menimbulkan ketakutan.
“Ketika anak paham tubuhnya, ia akan belajar menghargai dan menjaga kesehatannya. Keterbukaan komunikasi di rumah dapat mencegah kesalahpahaman dan risiko perilaku seksual berisiko di usia remaja,” ujar Irfan. {}