Berita Golkar – MENTERI Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (Mendukbangga/Kepala BKKBN) Wihaji menyebut narkoba merupakan bagian dari problem keluarga.
Hal itu disampaikannya di sela-sela kegiatan Sosialisasi dan Kapita Selekta Anti Narkotika dan Prekursor Narkotika, di Jakarta, Kamis (28/11/2024). Acara yang digelar selama dua hari ini melibatkan peserta aparatur sipil negara (ASN) di lingkungan BKKBN pusat dan daerah.
Menurut dia, kegiatan tersebut dihelat berlandaskan Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2020, yang mengamanatkan kementerian dan lembaga untuk memperkuat manajemen pencegahan narkotika, memantau tren penyalahgunaan, serta mempromosikan edukasi dan intervensi pencegahan.
Intinya, lanjut dia, bagaimana mencari solusi agar keluarga Indonesia bisa dipersiapkan menjadi generasi emas dengan beragam potensi masalah, selain stunting. Narkoba dapat menghilangkan generasi muda yang jumlahnya besar, dan ketika terjerat narkoba malah akan menurunkan kualitas sumber daya di negeri ini.
Setelah pertemuan ini, Kementerian KPK akan menindaklanjutinya dengan melakukan penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) bersama BNN, yang berkenaan dengan pemberantasan narkoba
“Nanti kita tindaklanjuti dengan MoU, perjanjian kerja sama antarkedeputian. Artinya, saling sosialisasi karena BNN mempunyai kemampuan untuk itu dan punya keahlian. Tetapi kita punya pasukannya. Siapa? Yang kita dampingi adalah keluarga yang kita siapkan masa depan supaya mereka bisa memahami jangan sampai terkena narkotika. Mencoba saja enggak boleh, apalagi memakai,” kata dia.
Karena itulah, BKKBN menekankan pentingnya peran seluruh ASN dalam mendukung visi pemerintah memberantas penyalahgunaan narkotika, yang sebagian besar menargetkan usia produktif, termasuk pelajar.
Acara yang dilaksanakan secara hybrid ini terdiri dari beberapa kegiatan utama. Pada Kamis (28/11/2024), sosialisasi diadakan secara luring menghadirkan Kepala BNN Komjen Marthinus Hukom sebagai pembicara utama.
Pada kesempatan itu, Marthinus mengatakan manusia sudah pasti mempunyai relasi karena merupakan makhluk sosial. Relasi paling kecil adalah keluarga dalam komunitas sehari-hari.
“Pertanyaannya adalah berapa keluarga yang pakai narkoba? Saya bisa menjawab dari hasil pravelensi kita. Hasil prevelensi kita, sebanyak 3,33 juta pada 2021. Artinya, kalau itu mewakili satu keluarga, maka ada 3.333 jiwa kelurga yang tarpapar narkoba,” ujarnya.
Goal dari kerja sama ini adalah menurunkan angka penyalahgunaan narkotika bagi penduduk. Di mana, pada 2021 prevalensi penyalahgunaan narkoba di Indonesia sebesar 1,95% atau kurang lebih sebesar 3,7 juta orang. Pada 2023, angkanya berkurang tinggal menjadi 1,73% atau mengalami penurunan penyalahgunaan dari warga yang menggunakan narkotika setara dengan 324.735 orang.
Meskipun demikian, angka tersebut tetap menjadi peringatan bahwa masalah narkotika masih menjadi ancaman serius, terutama bagi generasi muda. Sosialisasi tersebut menyoroti definisi, dampak, serta langkah pencegahan penyalahgunaan narkotika yang berbasis keluarga. {}