Berita Golkar – Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Mendukbangga)/Kepala BKKBN Wihaji menyatakan perlunya pendekatan tokoh agama dan tokoh masyarakat untuk mengatasi pernikahan dini di Indonesia.
Ia menjelaskan ada tiga permasalahan yang menjadi pemicu pernikahan dini, pertama yakni anggapan dalam keluarga yang masih meyakini lebih baik menikahkan anak daripada terlibat zina, kedua, kehamilan yang tidak diinginkan, dan ketiga, kurangnya edukasi.
“Oleh karena itu yang paling penting adalah kita harus mengedukasi, termasuk kemarin saya mengunjungi Nusa Tenggara Timur (NTT) misalnya, cara-caranya jangan sama dengan cara-cara Jakarta, saya kumpulkan di NTT itu, para tokoh agama, pendeta, pastor, romo, karena beliau lebih didengarkan oleh masyarakat kalau ngomong keluarga,” kata Wihaji di Jakarta, Kamis (17/7/2025.
Menurutnya, pemerintah tidak bisa sendiri untuk mengatasi masalah pernikahan dini yang menjadi salah satu penyebab generasi lahir stunting. Pendekatan yang berbeda di setiap wilayah dengan mengedepankan kearifan lokal perlu menjadi perhatian para tim pendamping keluarga (TPK).
“Cara pendekatannya harus pas. Kalau pemerintah ngomong bantuan, pasti didengarkan, tetapi kalau ngomong keluarga, kurang, karena itu kita libatkan tokoh-tokoh, pendekatannya harus betul-betul tahu dan mengerti suasana kebatinan yang dibutuhkan oleh masing-masing masyarakat lokal, cara Sumatera berbeda, cara Papua berbeda, cara-cara di ibu kota berbeda,” ujar dia.
Sebelumnya, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Arifah Fauzi mengatakan perkawinan usia anak menjadi salah satu penyebab tingginya kekerasan terhadap anak yang dilakukan oleh keluarga maupun lingkungan terdekat.
“Perkawinan anak ini luar biasa dampaknya. Untuk menjadi orang tua, untuk membentuk sebuah keluarga, butuh kesiapan,” kata Menteri PPPA Arifah Fauzi di Jakarta, Rabu (16/7/2025).
Menurut dia, untuk membina sebuah keluarga diperlukan proses pengenalan karakter dari masing-masing pasangan calon pengantin yang membutuhkan waktu lama.
“Orang zaman sekarang baru kenal sebentar, lalu nikah, padahal pengenalan satu dengan yang lain butuh proses. Jangankan suami istri, yang bersaudara saja kecocokannya butuh bertahun-tahun. Jadi adaptasi dalam sebuah keluarga antara suami istri butuh waktu panjang,” ujar Arifah.
Dalam mengedukasi kesiapan calon pengantin, pemerintah dalam hal ini Kementerian Agama memiliki program Bimbingan Perkawinan bagi calon pengantin.
“Di edukasi sebagai ibu perannya apa, sebagai bapak perannya apa, yang paling penting ada ketersalingan. Saling memahami, menghargai. Bukan satu lebih oke dari yang lain, tapi bersama-sama,” tuturnya. {}