Berita Golkar – Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Mendukbangga) yang juga Kepala BKKBN, Wihaji menyinggung keterlibatan ayah dalam pengasuhan. Menurutnya, kehadiran sosok ayah tidak hanya cukup sebagai pemberi nafkah bagi anak-anaknya.
“Untuk menjadi pemimpin dari generasi ke depan itu penting sosok ayah, jangan hanya memberikan rezeki, tetapi ada sentuhan-sentuhan lain,” katanya saat ditemui usai acara silaturahmi Kemendukbangga/BKKBN bersama mitra di Jakarta, Senin (14/4/2025), dikutip dari Kompas.
Wihaji menyebut bahwa kehadiran ayah dalam pengasuhan dapat mencegah anak tumbuh menjadi generasi stroberi atau generasi hello kitty. Sebutan tersebut merujuk pada generasi yang memiliki banyak potensi namun rapuh dan mudah tertekan.
“PR-nya jangan sampai nanti anak-anak kita menjadi generasi stroberi atau generasi hello kitty, tetapi harus menjadi orang-orang yang tangguh,” sambungnya.
Wihaji juga menyebut bahwa menurut data dari UNICEF, di Indonesia terdapat 20,9 persen anak yang kehilangan peran ayah atau fatherless. Sehingga, ia berpendapat bahwa negara mesti hadir untuk mengatasi hal tersebut.
“Fatherless itu memang sekarang sedang kita alami karena mungkin para ayah dulu merasa bahwa tugasnya hanya untuk mencari nafkah saja, padahal sebetulnya ada tanggung jawab pendidikan juga pada ayah,” ujar dia.
Untuk mengatasi fenomena fatherless tersebut, Kemendukbangga/BKKBN memiliki program Gerakan Ayah Teladan Indonesia (GATI). Salah satu gerakan pada program tersebut adalah untuk mendorong peningkatan kontrasepsi (KB) pria atau vasektomi.
Sementara itu, Praktisi Neuro Parenting Skill dr. Aisah Dahlan mengemukakan pentingnya kerjasama pengasuhan ayah dan ibu. Ia menyebut bahwa gaya pengasuhan ayah yang tegas yang diimbangi dengan pengasuhan ibu sebagai pelaksana harian dapat melatih anak secara konsisten agar menjadi generasi yang kuat di masa mendatang.
“Gaya belajar pendampingan ayah itu harus secara tegas, jadi bukan kasar ya, melainkan tegas dan tangguh. Ayah itu tidak lembek, yang menjadi penentu visi dan misi pendidikan.Nah, nanti pelaksanaan hariannya ibu,” katanya.
“Misalnya, tidak menyekutukan Tuhan itu harus ayah yang ngomong, nanti yang menjelaskan ibu. Kemudian berbakti pada orang tua, itu ayah yang harus ngomong nah cara berbaktinya misal setiap berangkat harus pamit, cium tangan, itu ibu yang jelaskan,” jelasnya.
Aisah juga menyampaikan tantangan pola pengasuhan, di mana dalam 10 tahun terakhir, terdapat perubahan orientasi seksual hingga kecanduan narkotika yang semakin meningkat.
Ia juga menambahkan bahwa gaya komunikasi perempuan dan laki-laki berbeda, di mana laki-laki dalam sehari mampu mengeluarkan 7.000 kata, sedangkan perempuan bisa mencapai 20 ribu kata. Dengan merujuk pada hal itu, maka pola asuh juga harus menyesuaikan dengan jenis kelamin anak.
“Ayah bisa sampaikan dengan gaya yang tegas, jadi sesuai dengan wataknya dan diulang-ulang sesuai usia anak, mungkin sambil bersepeda diajak ngobrol,” ujarnya.
“Jangan lupa dilihat anaknya laki-laki atau perempuan, karena laki-laki dalam sehari rata-rata komunikasinya 7.000 kata terdiri dari kata, vokal, dan gerakan tubuh, sedangkan perempuan rata-rata 20 ribu kata per hari,” ucap Aisah. {}