Berita Golkar – Saya hadir pada acara Rembuk Etam, Jumat (22/3), dengan hati yang pilu, karena kita harus mengakui bahwa kekerasan seksual terhadap perempuan merupakan masalah serius yang menghantui masyarakat Kaltim, termasuk di lingkungan pendidikan seperti sekolah dan kampus. Namun, saya juga datang dengan harapan dan tekad kuat bahwa bersama-sama kita dapat menghadapinya, menyuarakan kebenaran, dan meraih perubahan yang positif di dalam momen hari perempuan internasional.
Sebelum kita memasuki pembahasan tentang kebijakan dan sikap perilaku yang dapat membantu mencegah kekerasan seksual, mari kita pahami terlebih dahulu apa itu kekerasan seksual. Kekerasan seksual adalah segala bentuk tindakan yang dilakukan tanpa persetujuan dari korban, yang melibatkan tindakan seksual atau pelecehan seksual. Ini bisa termasuk pemerkosaan, pelecehan seksual, atau bahkan komentar atau perilaku yang tidak pantas yang membuat seseorang merasa tidak aman atau terintimidasi.
Sangat penting bagi kita semua untuk menyadari bahwa kekerasan seksual bukanlah kesalahan korban, melainkan merupakan tindakan tidak pantas dari pelaku. Oleh karena itu, satu-satunya cara untuk memerangi kekerasan seksual adalah dengan mengubah sikap dan perilaku pelaku, serta dengan menciptakan lingkungan yang aman dan mendukung bagi para perempuan.
Di lingkungan pendidikan, seperti sekolah dan kampus, kita memiliki tanggung jawab yang besar untuk melindungi para siswa dan mahasiswa kita dari segala bentuk kekerasan, termasuk kekerasan seksual. Untuk itu, kita perlu mengimplementasikan kebijakan yang kuat dan proaktif untuk mencegah kekerasan seksual dan memberikan perlindungan yang serius kepada para korban.
Salah satu yang penting adalah adopsi kebijakan zero tolerance terhadap kekerasan seksual. Ini berarti bahwa setiap bentuk kekerasan seksual akan ditindak tegas dan tidak akan ditoleransi dalam lingkungan pendidikan. Selain itu, penting untuk memiliki prosedur yang jelas dan transparan untuk melaporkan kekerasan seksual, serta menyediakan dukungan dan bantuan kepada korban.
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi telah mengeluarkan Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan. Pelaksanaannya harus terus kita awasi.
Selain dari kebijakan formal, ada pula peran yang sangat penting dari sikap dan perilaku individu, terutama para perempuan, dalam mencegah kekerasan seksual.
Pertama-tama, adalah penting untuk meningkatkan kesadaran akan hak-hak dan batasan pribadi. Perempuan harus diajarkan untuk mengenali tanda-tanda peringatan kekerasan seksual dan untuk memiliki kepercayaan diri dan bersikap asertif untuk mengatakan “tidak!” dan melaporkan kejadian yang tidak pantas yang dialaminya.
Selanjutnya, penting juga untuk membangun jaringan dukungan dan solidaritas antara sesama perempuan. Dengan saling mendukung dan bersatu, kita dapat menciptakan lingkungan yang lebih aman dan membantu para korban untuk mengatasi trauma yang mereka alami.
Namun demikian, kita juga harus menyadari bahwa tidak semua korban kekerasan seksual adalah perempuan. Kekerasan seksual juga dapat terjadi terhadap laki-laki dan individu dari berbagai identitas gender. Oleh karena itu, kita semua memiliki tanggung jawab untuk mendukung dan melindungi siapapun yang menjadi korban kekerasan seksual, tanpa memandang jenis kelamin atau identitas gender mereka.
Dalam mengakhiri pandangan saya ini, saya ingin mengajak kita semua untuk berkomitmen untuk menjadi bagian dari solusi dalam memerangi kekerasan seksual. Mari kita semua bersatu, menyuarakan kebenaran, dan bertindak untuk menciptakan lingkungan yang aman dan adil bagi semua individu. Bersama-sama, kita dapat mengubah provinsi yang kita cintai ini menjadi tempat yang lebih baik bagi generasi mendatang.
Berikut adalah beberapa gagasan hal-hal yang menurut saya bisa kita lakukan di Kaltim untuk mencegah kekerasan Seksual terhadap kaum perempuan.
- Pendidikan dan peningkatan kesadaran. Pentingnya pendidikan dan kesadaran tentang hak-hak perempuan serta pentingnya mengubah budaya yang mendukung kekerasan terhadap perempuan.
- Hukum dan keadilan. Perlu diperkuatnya sistem hukum yang melindungi perempuan dari kekerasan, termasuk penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku kekerasan.
- Akses terhadap layanan. Pentingnya penyediaan layanan yang mudah diakses bagi perempuan yang menjadi korban kekerasan, seperti hotline center, tempat perlindungan, layanan kesehatan, konseling, dan bantuan hukum.
- Pemberdayaan ekonomi. Meningkatkan akses perempuan terhadap pendidikan dan pelatihan, serta mendukung kegiatan ekonomi perempuan untuk meningkatkan kemandirian finansial mereka.
- Peran pria dan komunitas. Melibatkan pria sebagai mitra dalam mengatasi kekerasan terhadap perempuan, serta membangun dukungan dari masyarakat dan komunitas lokal.
- Penggunaan teknologi. Memanfaatkan teknologi untuk memberikan akses yang lebih baik terhadap informasi, dukungan, dan layanan bagi perempuan yang menjadi korban kekerasan.
- Kampanye dan advokasi. Pentingnya kampanye publik dan advokasi untuk mengubah sikap dan perilaku yang mendukung kekerasan terhadap perempuan, serta untuk meningkatkan kesadaran masyarakat.
- Dukungan psikososial. Memberikan dukungan psikososial yang sesuai bagi perempuan yang telah mengalami kekerasan, termasuk konseling dan dukungan kelompok.
- Pendidikan seksual. Pentingnya pendidikan seksual yang inklusif dan berbasis hak asasi manusia untuk mencegah kekerasan seksual dan memberdayakan perempuan yang diberikan pada anak-anak sejak usia dini.
- Kolaborasi dan kemitraan. Melibatkan berbagai pihak seperti pemerintah, LSM, sektor swasta, media dan aparat kepolisian, dalam upaya mengatasi kekerasan terhadap perempuan melalui kerjasama yang kokoh.
Semoga Rembuk Etam kita yang difasilitasi Kaltim Post dan IKA UB dan Polnes ini dapat meningkatkan pemahaman dan tindakan bersama dalam mengatasi kekerasan terhadap perempuan yang masih marak di Bumi Etam.
Salam #HebatnyaKaltim. {sumber}
Oleh: Hetifah Sjaifudian, Wakil Ketua Komisi X DPR RI