Menkomdigi Meutya Hafid Ingatkan Ancaman Terorisme di Media Sosial, PP Tunas Jadi Benteng Akses Anak

Berita Golkar – Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi), Meutya Hafid menegaskan pemerintah serius menangani potensi perekrutan anak-anak oleh jaringan terorisme melalui platform digital seperti media sosial dan game online.

Ia menyebut hal tersebut menjadi salah satu alasan penting hadirnya PP Tunas (Peraturan Pemerintah No 17 Tahun 2025) sebagai regulasi yang membatasi akses anak terhadap platform digital.

“Seluruh kejahatan yang ada di dunia fisik bisa masuk ke dunia maya. Mulai itu terorisme, mulai itu tadi kekerasan, perundungan, judi, narkoba, dan sebagainya. Karena itu sekali lagi kenapa pemerintah merasa perlu mengatur atau menunda akses anak masuk ke dalam platform-platform digital,” ujar Meutya di Gedung Sapta Pesona, Gambir, Jakarta Pusat, Rabu (19/11/2025), dikutip dari Kumparan.

“Itu memang karena alasan-alasan yang kuat tersebut, yang tidak hanya kita dapat dari masukan di dalam negeri tapi juga di mancanegara,” lanjutnya.

Meutya menilai penerapan PP Tunas tidak akan mudah. Tantangan muncul dari dua sisi, yakni tingginya tingkat adiksi digital pada anak, serta perlunya penyesuaian dari para platform besar yang selama ini menyasar pasar anak di Indonesia.

“Penerapannya pasti ada tantangan, ini tidak mudah. Pertama adiksinya juga kita juga cukup terkena adiksi yang cukup tinggi,” jelas Meutya.

Meutya pun berharap kebijakan tersebut mendapat dukungan publik agar upaya perlindungan anak di ruang digital dapat berjalan efektif.

“Yang kedua kita tentu juga harus berhadapan dengan platform-platform besar yang memang perlu merubah cara-cara mereka berperilaku ketika mengakses pangsa pasar anak di Indonesia. Tapi kita selalu meyakini ya, bahwa Insyaallah mereka semua mau dan akan mematuhi aturan di Indonesia,” pungkasnya.

Sebelumnya, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mengungkap tren baru rekrutmen terorisme yang menyasar anak-anak melalui platform daring seperti media sosial dan game online.

Salah satu pola yang terdeteksi adalah para pelaku menyasar anak-anak yang tergabung di komunitas True Crime Community (TCC).

Hal itu disampaikan Kepala BNPT Komjen Pol (Purn) Eddy Hartono dalam Konferensi Pers Penanganan Rekrutmen Online Terhadap Anak-anak oleh Kelompok Terorisme di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Selasa (18/11).

True Crime Community merupakan komunitas atau kelompok penggemar yang memiliki minat khusus terhadap kisah-kisah kriminal nyata, mulai dari kasus pembunuhan, hilangnya seseorang, penipuan, kriminal psikologis, hingga investigasi yang belum terpecahkan (cold cases). Komunitas ini biasanya berkumpul di berbagai platform media sosial seperti YouTube, TikTok, podcast, Reddit, hingga Twitter/X.

“Bahwa rekrutmen secara online ini memang sedang tren ya. Bahwa di dalam kajian psikologis ya, itu ada istilahnya namanya memetic radicalization atau memetic violence. Jadi dia lebih kepada meniru ide atau perilaku,” ujarnya.

Sementara itu, Juru Bicara Densus 88 AKBP Mayndra Eka menyebut tren rekrutmen daring meningkat drastis dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

“Pada tahun 2011 hingga 2017 itu Densus 88 mengamankan kurang lebih 17 anak ya dan ini dilakukan berbagai tindakan, tidak hanya penegakan hukum tetapi juga ada proses pembinaan,” kata Mayndra. {}