Menkomdigi Meutya Hafid Ingin Indonesia Jadi Inovator AI Global, Bukan Sekedar Pasar

Berita Golkar – Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Indonesia, Meutya Hafid, menegaskan bahwa Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi pemimpin dalam penerapan kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) di antara negara-negara berkembang.

Pernyataan ini disampaikan dalam pembukaan Kongres Forum Jurnalis Perempuan Indonesia (FJPI) yang berlangsung secara daring pada 16 Februari 2025. Meutya menyatakan bahwa saat ini adalah waktu yang tepat bagi Indonesia untuk mengambil peran aktif dalam pengembangan dan penerapan teknologi AI.

“Ini membuka peluang bagi Indonesia untuk menjadi salah satu pemimpin, khususnya dalam mengadopsi AI bagi negara-negara berkembang,” ungkap Meutya, dikutip dari Octopus.

Pernyataannya tersebut muncul setelah menghadiri AI Action Summit di Paris, di mana ia bertemu dengan Presiden Prancis, Emmanuel Macron. Dalam pertemuan tersebut, fokus diskusi adalah bagaimana negara-negara Eropa, terutama Prancis, berupaya mengambil posisi strategis dalam pengembangan AI, bersaing dengan Amerika Serikat dan Tiongkok yang saat ini mendominasi sektor tersebut.

Meutya menegaskan bahwa pengembangan AI harus melibatkan tidak hanya negara-negara maju, tetapi juga negara-negara berkembang. Ia menambahkan, “AI ini tidak boleh didikte oleh negara-negara besar, tetapi harus memperhatikan peran negara berkembang seperti Indonesia.”

Hal ini menunjukkan adanya kebutuhan untuk memberikan kesempatan lebih bagi negara-negara Global South dalam menentukan arah teknologi ini.

Ada beberapa poin penting yang disampaikan Meutya terkait peran Indonesia dalam ekosistem AI global:

  1. Keterlibatan Aktif: Indonesia tidak ingin hanya menjadi pasar bagi teknologi AI, tetapi juga ingin terlibat sebagai innovator. Ini berarti bahwa pengembang dan peneliti dari Indonesia harus diberdayakan untuk menciptakan solusi berbasis AI yang relevan dengan kebutuhan lokal dan regional.
  2. Edukasi dan Kesetaraan: Terdapat kebutuhan mendesak untuk mendidik masyarakat tentang penggunaan AI. Meutya menekankan pentingnya pendekatan berbasis kesetaraan sehingga negara-negara berkembang dapat berkontribusi secara aktif dalam ekosistem AI. Hal ini termasuk penyelenggaraan pelatihan dan edukasi bagi jurnalis, terutama perempuan, agar mereka bisa memahami dan memanfaatkan teknologi ini dengan lebih baik.
  3. Etika dalam Teknologi: Meutya juga menyoroti perlunya penerapan etika yang baik dalam penggunaan AI. “Orientasinya bukan hanya pada teknologi AI-nya, tetapi bagaimana masyarakat bisa mendapatkan manfaat dari situasi ini,” tuturnya. Ini termasuk upaya membuat informasi lebih aksesibel dan bermanfaat bagi publik.

Pengembangan AI tidak hanya akan memberikan dampak pada sektor teknologi, tetapi juga berpotensi mengubah berbagai aspek kehidupan masyarakat Indonesia. Diharapkan bahwa dengan edukasi yang tepat, masyarakat dapat memahami dan memanfaatkan AI sebagai alat untuk meningkatkan kualitas hidup dan akses terhadap informasi yang lebih baik.

Dalam konteks yang lebih luas, kehadiran AI sebagai teknologi masa depan memberikan peluang besar bagi negara-negara berkembang seperti Indonesia untuk berkembang dan berkolaborasi dengan negara-negara lain. Dalam hal ini, Indonesia dapat mengambil inspirasi dari langkah-langkah yang dilakukan oleh Prancis dan negara-negara Eropa lainnya, yang telah menetapkan kebijakan dan strategi untuk mengembangkan inovasi di sektor AI.

Dengan langkah-langkah yang tepat, Indonesia tidak hanya bisa menjadi pasar bagi teknologi yang sudah ada, tetapi juga berfungsi sebagai sumber inovasi yang dapat menginspirasi negara-negara lain. Upaya ini sejalan dengan aspirasi Indonesia untuk menunjukkan bahwa negara-negara berkembang juga memiliki kapasitas yang signifikan dalam berkontribusi pada wajah baru teknologi global, terutama dalam ranah kecerdasan buatan yang terus berkembang pesat. {}