Berita Golkar – Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita mengusulkan tiga kebijakan relaksasi perpajakan untuk industri kesehatan. Hal itu disampaikan saat rapat internal di Istana Kepresidenan dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Selasa (2/7/2024).
Tiga kebijakan itu kemudian diurai oleh Juru Bicara Kemenperin, Febri Hendri Antoni Arif melalui keterangan resmi, yang dikutip pada Rabu (3/7/2024). Kebijakan pertama, mengusulkan agar impor bahan baku obat sebaiknya tidak dikenai aturan persetujuan teknis (pertek).
“Hal ini untuk memudahkan industri farmasi di dalam negeri memperoleh bahan baku. Pertek sebaiknya dikenakan kepada barang jadi obat-obatan impor,” terang Febri.
Kedua, mengusulkan skema Bea Masuk Ditanggung Pemerintah (BMDTP) untuk bahan baku obat yang belum bisa diproduksi di Indonesia serta penghapusan PPN bagi bahan baku obat lokal. Sedangkan yang kebijakan ketiga, meminta agar industri farmasi dan industri alat kesehatan bisa menerima fasilitas tax allowance untuk pengembangannya, karena saat ini belum ada industri dari dua sektor itu yang memperoleh fasilitas tersebut.
“Terkait hasil rapat pimpinan relaksasi perpajakan industri alat kesehatan, perlu disampaikan bahwa presiden memberikan waktu dua minggu kepada para menteri untuk memberikan laporan secara utuh, termasuk kemungkinan menggunakan instrumen larangan dan pembatasan (lartas). Tim tersebut akan dipimpin oleh Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi,” ungkap Febri.
Selanjutnya, kata dia, Kepala Negara memberi arahan agar pelayanan masyarakat dalam sektor kesehatan bisa lebih murah dengan kualitas yang baik, setelah menerapkan kebijakan yang pro terhadap industri kesehatan nasional ke depan.
“Bapak Presiden juga memberikan arahan agar semua regulasi bisa mengarah kepada kemandirian sektor dan industri kesehatan sehingga mampu menarik investasi di sektor tersebut. Pada gilirannya pengadaan obat-obatan dan alkes bisa dipenuhi oleh industri dalam negeri,” jelas Febri.
Dia mengatakan, perbaikan ekosistem industri farmasi dan alat kesehatan amat perlu dilakukan untuk melayani kebutuhan masyarakat Indonesia dengan pelayanan kesehatan bermutu. Pasalnya, fasilitas kesehatan yang memadai dan terjangkau oleh masyarakat amat dibutuhkan.
Hal tersebut juga sejalan dengan upaya meningkatkan produktivitas dan daya saing sektor industri farmasi dan kesehatan di dalam negeri. Saat ini, industri farmasi masih memiliki ketergantungan besar terhadap bahan baku impor.
Sebelumnya, Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang bersama Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin dan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menghadap Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk membahas harga obat dan alat kesehatan di Indonesia yang lima kali lebih mahal dibanding Malaysia.
“Bapak Presiden memberi masukan ke kami. Pertama, dia ingin agar harga alat kesehatan dan obat-obatan itu bisa sama dengan negara-negara tetangga. Kedua, beliau juga berpesan agar industri obat-obatan dan alat kesehatan dalam negeri dibangun supaya bisa lebih resilience kalau ada pandemi lagi,” ujar Menkes.
Menurut Budi, sejumlah faktor penyebab naiknya harga obat dan alat kesehatan adalah jalur perdagangan yang inefisiensi, tata kelola yang tidak transparan, dan pajak yang tinggi.
“Makanya tadi ada Bu Sri Mulyani, untuk berbicara soal perpajakannya. Bagaimana supaya bisa lebih efisien dan sederhana tapi tanpa mengganggu pendapatan pemerintah. Karena kan cash flow-nya juga penting bagi pemerintah untuk dijaga,” lanjutnya.
Selain itu, Presiden Jokowi juga mendorong adanya koordinasi antara Menteri Kesehatan, Menteri Keuangan, Menteri Perindustrian, dan Menteri Perdagangan dalam mendesain ekosistem industri obat-obatan. “Terakhir soal bagaimana koordinasi teknis antara menteri. Koordinasi ini yang tadi Bapak Presiden minta coba dirapihin,” pungkas Budi. {sumber}