Berita Golkar – Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid memastikan layanan pertanahan dilakukan tanpa diskriminasi, melayani semua warga Indonesia, termasuk lembaga keagamaan, untuk menciptakan kepastian hukum dan mencegah konflik.
“Kementerian ATR/BPN sebagai representasi dari negara dan Pemerintah itu non-diskriminasi. Kami melayani semua selama dia bangsa Indonesia, rakyat Indonesia, punya tanah di Indonesia, itu kita layani dengan baik,” kata Nusron ditemui di sela Penyerahan Sertipikat Tanah Hak Milik Gereja Kristen Pasundan di Jakarta.
Dia menegaskan bahwa Kementerian ATR/BPN terus menunjukkan komitmen memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat Indonesia tanpa diskriminasi. Semua warga, termasuk lembaga keagamaan, dilayani secara setara.
Sertifikasi tanah lembaga keagamaan menjadi salah satu fokus penting. Kementerian ATR/BPN aktif memastikan tanah yang digunakan untuk rumah ibadah bersifat clean and clear guna mencegah konflik di masa mendatang.
“Apalagi ini lembaga keagamaan, itu harus menciptakan rasa kepastian. Jangan sampai menimbulkan konflik,” ujar Nusron, dikutip dari Antara.
Dia mengaku bahwa sebelumnya, Kementerian ATR/BPN menyerahkan sertifikat wakaf untuk masjid, pesantren, dan lembaga pendidikan di daerah Banten. Sertifikat serupa juga diserahkan kepada gereja Gereja Kristen Pasundan.
Nusron menyebutkan bahwa ribuan bidang tanah gereja telah bersertifikat, baik Hak Guna Bangunan (HGB) maupun Sertifikat Hak Milik (SHM). Pemerintah kini mendorong pengalihan status HGB menjadi SHM bagi lembaga keagamaan.
Ia menjelaskan, proses pengalihan itu membutuhkan rekomendasi dari Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Kristen (Ditjen Bimas Kristen) Kementerian Agama, yang kemudian disertai persetujuan Menteri ATR/BPN.
“Kemarin kita di Banten menyerahkan sertifikat wakaf untuk masjid dan beberapa pesantren serta lembaga pendidikan. Hari ini kita serahkan di gereja, di momen di sini. Ini pelayanan yang sudah banyak sekali kita lakukan,” tutur Nusron.
Menurut Susron, masalah pertanahan termasuk rumah ibadah kerap muncul akibat tumpang tindih surat atau pelepasan hak yang belum tuntas. Hal ini sering kali menjadi hambatan pembangunan rumah ibadah.
Untuk mengatasi kendala tersebut, Kementerian ATR/BPN membuka kerja sama dengan berbagai organisasi keagamaan seperti Majelis Ulama Indonesia (MUI), Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) dan Konferensi Waligereja Indonesia (KWI). Hal ini dilakukan untuk memberikan kepastian hukum atas aset lembaga keagamaan.
“Supaya mempunyai keberlanjutan sehingga nanti kalau ada apa-apa, bersifat clean and clear, jangan sampai terjadi masalah,” kata Nusron. {}