Berita Golkar – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan bahwa Ia diberikan mandat oleh Presiden RI Joko Widodo untuk melakukan perbaikan-perbaikan dalam pengelolaan sektor ESDM. Meski baru dilantik bulan Agustus lalu, Ia menyebut tidak bisa dijadikan alasan untuk tidak melakukan penataan ke arah yang lebih baik.
“Tuntutan perintah dari Pak Presiden Jokowi itu bukan saya baru belajar, di ESDM harus tancap gas karena saya melanjutkan apa yang sudah dilakukan oleh pemimpin terdahulu Pak Arifin yang sudah baik saya lanjutkan, tapi kalau yang belum maka kita melakukan perbaikan,” ujarnya pada talkshow salah satu stasiun TV di Jakarta, Jumat (27/9/2024), dikutip dari laman Kementerian ESDM.
Penataan-penataan yang dilakukan, sambung Bahlil, diantaranya adalah penataan agar lifting minyak bumi bisa naik, mengingat kondisi konsumsi minyak per hari di angka 1,5 – 1,6 juta barel minyak per hari. Sedangkan produksi minyak nasional hanya berada pada angka 600 ribu barel per hari, sehingga menyebabkan membengkaknya impor minyak dan mengurangi devisa negara.
Untuk mengatasi permasalahan lifting minyak tersebut, Ia membeberkan usaha yang dilakukan adalah dengan reaktivasi sumur-sumur yang idle untuk diupayakan produksi minyaknya, kemudian dengan mengintervensi sumur eksisting dengan menerapkan teknologi-teknologi sehingga diharapkan ada kenaikan produksi, seperti yang dilakukan oleh Pertamina di Blok Rokan, Riau, dengan memanfaatkan teknologi EOR.
Kemudian penataan percepatan perizinan juga menjadi salah satu fokusnya, Bahlil menyebut untuk izin eksplorasi minyak dan gas bumi butuh 300 izin.
“Bayangkan kalau (mengurus) izinnya satu izin satu hari, satu tahun baru urus izin. Kalau satu izin bisa selesa dalam tiga hari, berarti 3 tahun hanya buat (mengurus) izin. Jadi bayangkan ke ketidakefektifan kita terhadap usaha hulu migas,” tutur Ketua Umum DPP Partai Golkar ini.
Bahlil mengatakan bahwa layanan perizinan di ESDM sudah melalui Online Single Submission (OSS), namun belum maksimal karena masih harus dilakukan simplifikasi dalam perizinan. Sehingga akan dirapikan secara bertahap untuk mempercepat proses perizinan di Kementerian ESDM.
Hal lain yang akan ditata, lanjutnya, adalah bagaimana mendorong porsi pemanfaatan Energi Baru Terbarukan (EBT) dalam bauran energi. Indonesia masih kekurangan 8,1 GW, atau 8.100 MW, atau secara persentase masih kurang sekitar 8% dari target.
“(Bauran EBT) kita yang harusnya sudah 23% di tahun depan, kita masih kurang sekitar 8,1 GW, itu sama dengan kurang lebih sekitar 8% kekurangan kita,” tandas Bahlil. {}