Berita Golkar – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyoroti besarnya beban impor energi yang selama ini menggerus devisa negara. Dalam forum Bisnis Indonesia Group Conference 2025 di Jakarta, ia memaparkan bahwa ketergantungan Indonesia terhadap minyak impor tidak hanya menguras anggaran, tetapi juga menahan laju pertumbuhan ekonomi nasional.
Bahlil menyebut, berdasarkan data tahun lalu, Indonesia kehilangan devisa hingga Rp523 triliun per tahun akibat impor minyak mentah dan bahan bakar minyak. Angka ini, menurutnya, cukup untuk mengangkat pertumbuhan ekonomi nasional jika dapat ditekan secara signifikan.
“Rp500 triliun per tahun devisa kita itu dapat kalau kita tahan tidak kita impor. Itu dapat memberikan kontribusi pertumbuhan ekonomi kita, minimal nambah 2 sampai 3 persen,” kata Bahlil dalam Bisnis Indonesia Group Conference 2025 di Raffles Hotel, Jakarta Selatan, Senin (8/12).
Dalam presentasinya, Bahlil menjelaskan bahwa produksi minyak nasional pada 2024 berada di kisaran 221 ribu barel per hari (bph). Di sisi lain, kebutuhan Indonesia jauh lebih besar sehingga impor minyak mencapai 313 ribu bph, terdiri dari 112 ribu bph minyak mentah dan 201 ribu bph BBM.
Ketua Umum DPP Partai Golkar ini juga memaparkan bahwa konsumsi BBM nasional berada di level 532 ribu barel per hari. Dari jumlah tersebut, sektor transportasi menjadi pengguna terbesar dengan porsi 52 persen atau 276,64 ribu bph, disusul sektor industri 34 persen atau 180,88 ribu bph. Sektor ketenagalistrikan menyerap 8 persen atau 42,56 ribu barel, sementara sektor aviasi mengambil porsi 6 persen atau 31,92 ribu barel.
“Bagaimana pertumbuhan ekonomi kita ke depan, naik atau tidak? Kalau kita mampu tidak mengimpor BBM kita, maka saya pastikan devisa kita akan tinggal dalam negeri dan itu menjadi daya ungkit untuk bisa kita putar dalam negeri untuk bisa meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional kita,” jelas Bahlil.













