Berita Golkar – Percepatan penggunaan teknologi menjadi respons terhadap penurunan realisasi produksi siap jual (lifting) minyak dan gas bumi (migas). Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia optimis, intervensi teknologi mampu mendongkrak kapasitas produksi migas nasional.
Bahlil menyampaikan, pencapaian swasembada energi memerlukan peningkatan lifting migas yang berkelanjutan dan optimal.
Salah satunya, dengan mendorong Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) guna meningkatkan produksi migas melalui optimalisasi teknologi. Adapun salah satu KKKS yang menjadi sorotan pemerintah adalah ExxonMobil Cepu Limited (EMCL).
“KKKS yang punya produksi minyak bumi bagus, saya lihat itu ExxonMobil. ExxonMobil itu 25 persen dari total lifting nasional. Kita minta untuk bisa ada intervensi teknologi untuk bisa menaikkan lifting nya,” kata Bahlil, dikutip dari CNN Indonesia.
Menurutnya, Blok Cepu yang dikelola oleh ExxonMobil awalnya hanya menemukan 100 ribu barel minyak per hari. Dengan penggunaan teknologi, kapasitas produksi naik menjadi 163 ribu minyak barel per hari. Enchanced Oil Recovery (EOR) merupakan satu dari sekian teknologi yang dianggap penting sebagai rangsangan awal dalam menggenjot produksi minyak bumi.
Bahlil menambahkan, Kementerian ESDM bersama Satuan Kerja Khusus Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) tengah menjajaki kemungkinan kebijakan intensif dalam implementasi EOR.
Sebelumnya, Bahlil mengungkapkan tantangan berat dihadapi Indonesia adalah ketidakseimbangan antara produksi (supply) dan konsumsi (demand). “Sekarang lifting (minyak) kita itu 600 ribu barrel oil per day (BOPD). Sementara konsumsi kita 1,5 sampai 1,6 juta BOPD,” katanya.
Langkah lain Bahlil, adalah mempercepat eksplorasi migas melalui kerja sama dengan KKKS dalam bentuk Joint Study, yang bertujuan menggali potensi cadangan migas yang belum tereksplorasi di Indonesia.
“Kami mengundang KKKS untuk melakukan eksplorasi melalui Joint Study guna menemukan potensi cadangan migas baru,” ucap Bahlil.
Sejalan, pemerintah juga berfokus pada pengurangan ketergantungan pada impor migas. Mengingat besarnya defisit neraca perdagangan migas, kebijakan peningkatan produksi migas dalam negeri menjadi strategi yang dapat mengurangi ketergantungan, yakni dengan meningkatkan produksi migas dalam negeri untuk menekan impor dan menciptakan swasembada energi.
Sebagai bagian dari upaya memperkuat sektor energi, pemerintah juga mencanangkan program untuk menawarkan 60 blok migas kepada investor hingga tahun 2028. Program ini bertujuan untuk mempercepat penemuan cadangan migas baru yang dapat digunakan untuk meningkatkan produksi dalam negeri.
Dengan adanya program ini, diharapkan Indonesia dapat memenuhi kebutuhan energi yang terus meningkat seiring dengan pertumbuhan ekonomi. Pada sektor migas yang diakui masih menjadi andalan utama, transisi menuju energi baru terbarukan (EBT) juga menjadi bagian dari strategi jangka panjang pemerintah.
Bahlil menyatakan, swasembada energi tidak hanya berfokus pada pemenuhan kebutuhan energi dari migas, tetapi juga mengarah pada pengembangan energi terbarukan yang ramah lingkungan. “Kami ingin menjadikan Indonesia sebagai negara yang tidak hanya mandiri dalam migas, tetapi juga di sektor energi terbarukan,” ujar Bahlil.
Untuk itu, pemerintah akan terus mendorong pengembangan potensi energi terbarukan, dengan target peningkatan kapasitas energi terbarukan yang lebih besar dalam beberapa tahun mendatang.
Adapun langkah ini sejalan dengan komitmen pemerintah untuk mendukung transisi energi global menuju sumber energi yang lebih bersih dan ramah lingkungan. Melalui beragam kebijakan dan langkah-langkah strategis itu, pemerintah Indonesia berusaha mewujudkan swasembada energi yang berkelanjutan, dan tidak hanya bergantung pada sumber energi fosil.
Peningkatan lifting migas, pengoptimalan blok migas, serta pengembangan energi terbarukan diharapkan dapat membawa Indonesia menuju kemandirian energi yang lebih kuat dan berkelanjutan. {}